BAB
I
THAHARAH
A. Pengertian Thaharah
Thaharah dalam
hukum Islam, artinya bersuci dari sesuatu yang kotor, baik yang itu bersifat
hissiy (dapat dirasakan oleh indera) maupun maknawi (tidak dapat sirasakan
dengan indera).
Adapun pengertian thaharah
menurut para imam mujtahid adalah sebagai berikut:
- Al-Hanafiyyah
Thaharah artinya bersih dari hadas atau najis. Pengertian
bersih itu mencakup yang diusahakan seseorang ataupun tidak, seperti najis yang
dapat hilang karena adanya air jatuh padanya. Adapun pengertian hadas meliputi
hadas kecil, yaitu sesuatu yang menghilangkan wudhu, misalnya karena kentut
atau yang lain, dan juga hadas besar, yakni janabah yang mewajibkan mandi.
Adapun hadas itu memiliki batasan, yakni sesuatu sifat yang menurut
penilaian syara’ berada pada bagian anggota badan atau seluruhnya. Sifat itu dapat dihilangkan
dengan thaharah.
- Al-
Malikiyyah
Thaharah
adalah suatu sifat itu menurut pandangan syara’ membolehkan orang mempunyai
sifat itu mengerjakan shalat dengn pakaian yang dikenakannya di tempat yang ia inginkan
untuk mengerjakan shalat itu. Adapun pengertian sifat hukmiyyah (syara’) dalah
suatu sifat i’tibariyyah atau
maknawiyyah yang oleh syar’i (Allah) dijadikan syarat sahnya shalat. Dari
sinilah dapat diambil pengertiannya bahwa thaharah merupakan suatu hal yang
bersifat bathiny, yang lebih bersifat perkiraan bukan sesuatu yang dapat
dirasakan oleh indera (hissiy).
- Al-Malikiyyah
Thaharah menurut syara’ memiliki dua pengertian sebagai
berikut.
a) Suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan
shalat, seperti wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis. Atau perbuatan
seperti (serupa) dengannya, seperti tayammum dan mandi yang disunatkan atau
diatas wudhu (wudhu pada saat masih memiliki wudhu) dengan pengertian bahwa mengalirkan air pada muka
dan anggota wudhu lain dengan niat wudhu juga dinamakan thaharah.
b) Hilangnya hadas, najis, ataupun yang semisalnya, seperti
tayammum dan mandi sunat. Dengan demikian, thaharah adalah suatu sifat maknawi
yang diakibatkan okeh suatu perbuatan.
- Al-Hanabillah
Thaharah
menutut syara’, adalah hilangnya hadas dan semisalnya, serta hilangnya najis
atau hukum hadas itu sendiri. Adapun hilangnya hadas berarti hilangnya sifat yang
menghalangi shalat dan yang searti dengannya. Karena hadas merupakan ibarat
dari sifat yang menurut hukum berada diseluruh atau sebagian anggota badan,
thaharah dari hadas berarti hilangnya sifat tersebut. (Mahmud Syalthut, 2007:
31-34)
B.
Macam-Macam Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air
terbagi menjadi empat macam:
- Air
mutlak (suci mensucikan)
Yang dimaksud dengan air mutlak ialah air yang masih asli belum bercampur
dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis. Air mutlak ini hukumnya suci
dan dapat menyucikan. Yang termasuk jenis air mutlak ini yaitu air hujan, air
laut, dan macam air linnya yang sudah disebutkan sebelumnya.
Allah SWT
berfirman:
ãAÍit\ãur Nä3øn=tæ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB Nä.tÎdgsÜãÏj9 ¾ÏmÎ/
Artinya:
“ Dan Allah menurunkan air
(hujan) dari langit kepada kamu untuk menyucikan kamu dengan air hujan itu.”
- Air
makruh atau air musyammas.
Yang dimaksud dengan air makruh ialah air yang dipanaskan pada terik
matahari dalam tempat logam yang dibuat dari seng atau besi, tembaga, baja,
aluminium, yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air musyammas seperti ini hukumnya makruh.
Air ini suci dn menyucikan tetapi makruh dipakai karma dikhawatirkan
menimbulkan suatu penyakit. Adapun air dalam logam yang tidak berkarat dan
dipanaskan pada terik matahari tidak termasuk air musyammas.
- Air
musta’mal.
Yang dimaksud
dengan air musta’mal ialah bahwa air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk
menyucikan. Ada
tiga macam air yang termasuk jenis ini yaitu:
a)
Air suci yang bercampur benda suci
lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya, warnanya, rasanya, dan
baunya. Contoh: air kopi, air teh dan lain-lain.
b)
Air suci yang sedikit yang kurang dari
dua kullah dan sudah dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah
sifatnya, atau air yang cukup dua kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci
dan telah berubah sifatnya.
c)
Air buah-buahan atau air yang ada di
dalam pohon misalnya pohon bambu dan lain-lainya.
- Air
mutanajjis atau air bernajis.
Yang dimaksud
air mutanajjis ialah air yang tadinya suci kurang dari dua kullah tetapi
terkena najis dan telah berunah salah satu sifatnya (warnanya, baunya, atau
rasanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah
depergunakan untuk wudhu’, mandi atau menyucikan benda yang terkena najis.
C. Wudhu’
Kata wudhu’ berasal dari bahasa Arab wudhu’an yang
artinya menurut bahasa bersih atau indah. Wudhu’ menurut pengertian istilah
syari’at Islam ialah membersihkan anggota wudhu’ dengan air yang suci
menyucikan berdasarkan syarat dan rukun tertentu utnuk menghilangkan hadats
kecil. (Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, 2004: 10-28).
- Batasan yang difardhhukan dalam hal mengusap kepala.
- Hal-hal lainnya empat diluar empat kefardhuan yang
telah disebutkan di atas.
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa yang difardhukan
mengusap kepala, yaitu seluruh kepala.
Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa yang
difardhukan sebagian kepala saja walaupun sehelai rambut. Adapula sebagian
ulama yang berpendapat tidak kurang dari tiga helai rambut.
Adapun Ulama Hanafiyah memiliki dua pendapat, yaitu:
1)
Mutaakhirin
berpendapat bahwa yang difardhukan ialah sperempat kepala.
2)
Mutaqoddimin
berpendapat bahwa yang difardhukan ialah sebatas tiga jari.
Sementara itu, ulama Hanabillah pun mempunyai dua pendapat, yaitu:
v Inilah pendapat yang paling kuat, yaitu sama dengan
pendapat ulama Malikiyyah bahwa yang difardhukan ialah seluruh kepala.
v Bahwa yang difardhukan hanyalah sampai ubun-ubun saja.
(………………..)
a.
Syarat-Syarat Wudhu’.
1)
Islam.
Orang yang tidak beragama Islam tidak sah mengerjakan wudhu’.
2)
Tamyiz.
Orang yang
mengerjakan wudhu’ harus yang sudah mumayyiz, artinya orang itu sudah dapat
menbedakan antara yang baik dan yang buruk dari segala perbuatan manusia.
3)
Dengan
menggunakan air mutlak (suci menyucikan).
4)
Tidak ada yang
menghalangi sampainya air wudhu’ pada anggota wudhu’. Misalnya: cat, getah dan sebagainya.
5)
Tidak dalam keadaan
haid dan nifas.
b.
Rukun wudhu’.
1)
Niat berwudhu’
ketika membasuh muka.
Niatnya adalah sengaja menghilangkan hadats kecil karena Allah SWT.
2)
Membasuh muka,
yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dengan dagu dan mulai
dari telinga kanan sampai telinga kiri.
3)
Membasuh kedua belah tangan sampai
kedua siku.
4)
Mengusap sebagian rambut kepala.
5)
Membasuh kedua
kaki sampai mata kaki.
6)
Tertib, artinya
berurutan sesuai dengan aturan yaitu mulai dari membasuh muka, membasuh tangan
sampai siku, mengusap sebagian rambut kepala, dan membasuh kaki sampai mata
kaki.
c.
Sunah-sunah wudhu.
1)
Membasuh kedua telapak tangan sampai
pergelangan sambil membaca basmalah.
2)
Membersihkan
sela-sela jari kedua tangan.
3)
Menggosok gigi
dan berkumur-kumur.
4)
Istinsyaq dan
Istinsya (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali).
5)
Menyela-nyela
jenggot yang tebal tebal sampai merata dan bersih.
6)
Membasahi rambut
kepala sampai merata.
7)
Memasukkan
telunjuk kanan ke telinga kanan dan telunjuk tangan kiri ke telinga kiri dengan
dua buah ibu jari.
8)
Membersihkan
sela-sela jari kaki kanan dan kiri memakai tangan kiri sampai bersih.
9)
Mendahulukan
anggota wudhu’ yang kanan dari yang kiri.
10)
Membasuh setiap
anggota wudhu’ masing-masing tiga kali.
11)
Memelihara agar
percikan air wudhu’ tidak terkena dengan anggota wudhu’ yang lain.
12)
Tidak berbicara
ketika wudhu’ kecuali jika sangat penting.
13)
Tidak meminta
tolong kepada orang lain dalam melaksanakan wudhu’.
14)
Menghadapkiblat ketika wudhu’.
d.
Hal-hal yang membatalkkan wudhu’.
1)
Keluar sesuatu
dari qubul dan dubur.
2)
Hilang akal
disebabkan karena gila, ayan, mabuk atau tidur nyenyak yang pantatnya tidak
menetap pada tempat tidur.
3)
Bersentuhan kulit
laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa penghalang.
4)
Menyentuh
kemaluan (qubul) dengan telapak tangan atau jari tanpa penghalang.
D. Mandi.
Mandi berasal dari bahasa Arab yaitu
“ursala” yang dalam bahasa Indonesia berarti membasuh badan. Pengertian
mandi menurut istilah syara’ ialah meratakan air pada seluruh badan dari ujung
rambut sampai keujung jari-jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan
keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau sebagai mandi
sunnah.
a.
Macam-Macam Mandi.
Di
dalam syariat Islam dikenal macam-macam mandi yaitu mandi wajib dan mandi
sunah. Mandi wajib ialah salah satu cara bersuci dengan mengalirkan air
keseluruh tubuh dengan niat menghilangkan hadats besar.
Sedangkan
mandi sunah ialah mandi yang dikerjakan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak
dikerjakan tidak mengakibatkan dosa. Yang di maksud mandi sunah ialah:
1)
Mandi pada hari jum’at.
2)
Mandi dua hari
Raya (hari raya Idul Fitri dan Idul Adha).
3)
Mandi setelah memandikan jenazah.
4)
Mandi seseorang
yang baru masuk islam.
5)
Mandi orang yang
baru saja semnbuh dari sakit gila.
6)
Mandi ketika akan
mengerjakan ihram.
7)
Mandi ketika akan
wukuf di padang Arafah.
b.
Syarat mandi.
1)
Islam.
Orang yang tidak beragama Islam tidak sah mengerjakan mandi.
2)
Tamyiz.
Orang yang
mengerjakan mandi harus yang sudah mumayyiz, artinya orang itu sudah dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk dari segala perbuatan manusia.
3)
Dengan
menggunakan air mutlak (suci menyucikan).
4)
Tidak ada yang
menghalangi sampainya air pada anggota mandi. Misalnya: cat, getah dan sebagainya.
5)
Tidak dalam
keadaan haid dan nifas.
c.
Rukun mandi.
1)
Niat, maksudnya
ialah sengaja menghilangkan hadats besar atau mandi sunah yang lain.
2)
Menghilangkan
hadats yang ada pada badan.
3)
Meratakan air ke
seluruh anggota badan, mulai dari rambut sampai ujung jari-jari kaki.
d.
Sunnah-sunah mandi.
1)
Membaca basmalah ketika mulai mandi.
2)
Berwudhu’ sebelum memulai mandi.
3)
Manyegerakan
mandi, maksudnya begitu selesai haid atau nifas seseorang harus langsung mandi.
4)
Menggosok seluruh
badan dengan tangan.
5)
Mendahulukan
anggota yang kanan daripada yang kiri.
6)
Menyela jari-jari
kedua tangan dan jari kaki.
e.
Hal-Hal yang mewajibkan mandi
1)
Hubungan kelamin
baik keluar mani atau tidak.
2)
Keluar mani baik
dalam keadaan sadar atau karena mimpi.
3)
Meninggal. Jika
ada orang Islam yang meninggal maka orang Islam yang masih hidup wajib
memandikannya.
4)
Haidh atau menstruasi.
5)
Nifas, yaitu darah yang keluar dari
rahinm wanita setelah ia melahirkan bayi.
6)
Wiladah atau melahirkan.
E. Tayammum.
Kata tayammum berasal dari bahasa Arab “tayammum” artinya
menurut bahasa menyengaja atau menuju. Adapun menurut istilah syara’ tayammum
ialah mengusapkan tanah yang suci pada muka dan kedua tangan sebagai pengganti
wudhu’ atau mandi dengan beberapa syarat dan rukun tertentu.
Allah SWT
berfirman dalam Alqur’an surah An-Nisa’ : 43
4 bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3Ï÷r&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ
Artinya:” Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu
Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
[
a.
Alat untuk bertayammum.
Alat yang digunakan untuk tayammum ialah debu atau tanah yang suci.
b.
Syarat-syarat dan
rukun tayammum.
1)
Syarat tayammum
Ø Sudah
masuk waktu shalat.
Ø Telah berusaha mencari air tetapi tidak mendapatkannya.
Ø Ada Udzur, misalnya sakit, berpergian dan sebagainya.
Ø Dengan debu atau tanah yang suci.
2)
Rukun tayammum.
Ø Niat, maksudnya ialah sengaja melakukan tayammum untuk
menghilangkan hadats.
Ø Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu ke muka.
Ø Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu pada kedua
tangan sampai siku dan sebagian ulama berpendapat sampai pergelangan tangan.
Ø Tertib, artinya berutan sesuai dengan rukun tayammum.
c.
Sebab-sebab tayammum.
Ø Orang yang sedang sakit, apabila terkena air akan
bertambah parah penyakitnya.
Ø Dalam perjalanan (musafir) dan sangat sulit mendapatkan
air.
Ø Karena
tidak ada air.
d.
Sunah tayammum.
Ø Membaca
basmalah.
Ø Menghembus tanah dari dua telapak tangan, agar tanah di
atas tangan menjadi tipis.
Ø Membaca
do’a setelah selesai tayammum. Do’anya seperti do’a setelah wudhu’.
(………………)
BAB II
SHALAT
A.
Pengertian
Shalat
Shalat
menurut bahasa artinya do’a sedangkan pengertian menurut istilah syariat Islam
ialah suatu amal ibadah yang terdiri dari perkataan perkataan dan
perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam dengan
syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.
Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat
Al-Hajj : 77
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3/u (#qè=yèøù$#ur uöyø9$# öNà6¯=yès9 cqßsÎ=øÿè? ) ÇÐÐÈ
. Hai orang-orang yang beriman,
ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan.
B. Syarat-Syarat
Wajib Shalat
1)
Islam, artinya
orang yang tidak beragama Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
2)
Baligh, yaitu
sudah dewasa dengan tanda-tandanya sebagai berikut:
1)
Telah berumur 15 tahun.
2)
Telah bermimpi
dan keluar mani.
3)
Telah haid bagi
perempuan, kira-kira umur 9 tahun.
3)
Berakal, artinya
orang yang tidak berakal seperti orang gila, pingsan, sedang tidur dan
anak-anak yang masih kecil belum wajib mengerjakan shalat.
4)
Suci dari haid
dan nifats,
5)
Sampai dakwah Islam kepadanya.
C. Syarat
Sah Shalat.
6)
Suci badanya dari
hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
7)
Suci badan,
pakaian dan tempat shalaat dari najis.
8)
Menutup aurat.
Aurat laki-laki ialah antara pusat samoai dengan lutut, dan aurat perempuan
adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
9)
Telah masuk waktu
shalat, artinya shalat tidak sah apabila dikerjakan sebelum masuk waktu shalat
atau telah habis waktunya.
10)
Menghadap kiblat,
artinya pada waktu orang sedang shalat dalam keadaan posisi berdiri atau duduk
ia harus menghadap ka’bah yang berada di masjidil haram, Mekkah Al-Mukarramah. (Amir Abyan dan Zainal
Muttaqin, 2004, hal: 56-59).
D. Rukun-rukun shalat.
1)
Niat. Menurut arti bahasa adalah
ketetapan hati, sedangkan menurut istilah syara’ niat berarti ketetapan hati
untuk melakukan sesuatu untuk melakukan pekerjaan.
2)
Takhbiratul ikhram, maksudnya ialah
membaca lafadz allahu akbar artinya Allah Maha Besar.
3)
Membaca surat Al-Fatihah. Membaca surat
Al-Fatihah adalah fardhu bagi mushalli selain makmum, dalam tiap raka’at, baik
shalat fardu maupun sunnah, membaca surat
Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do’a iftitah pada raka’at pertama dan
raka’at berikutnya secara sempurna. Jika orang yang shalat itu menjadi makmum,
ketika imam sedang membaca surat Al-Fatihah
makmum tidak boleh membaca surat apapun dan ia
harus mendengarkan bacaan surat
Al-Fatihah yang dibacakan oleh imam.
4)
Ruku’. Dengan tuma’ninah maksudnya
ialah membungkukkan badan sehingga punggung menjadi sama rata dengan leher,
dengan kedua tangannya memegang lutut dalam keadaan jari terkembang dengan
tenang.
5)
I’Tidal.
Maksudnya ialah bangun dari ruku’ dan tegak lurus dengan tenang.
6)
Sujud. Sujud dua
kali dengan tuma’ninah maksudnya ialah meletakkan kedua lutut, dan kedua
telapak tangan, kening dan hidung ke atas sajadah.
7)
Duduk diantara
dua sujud ialah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dngan
tenang.
8)
Duduk yang
terakhir. Maksudnya ialah duduk untuk tasyahud akhir pada raka’at terakhir
setelah bangun dari sujud yang terakhir.
9)
Membaca tasyahud
atau tahiyad terakhir pada waktu duduk akhir.
10)
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad
SAW.
11)
Mengucap salam yang pertama, waktunya
ialah pada saat duduk tasyahud akhirsetelah membaca tasyahud, membaca shalawat
atas nabi dan doa-doa yang lain baru membaca salam.
12)
Terib. Maksudnya
ialah dalam melaksanakan ibadah shalat ini harus berurutan dari rukun yang
pertama sampai dengan rukun yang terakhir.
a. Macam-Macam Shalat Wajib.
Shalat wajib atau di sebut juga shalat fardhu merupakan
shalat yang harus dikerjakan oleh kum muslimin. Bila dikerjakan akan
mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Yang termasuk
shalat wajib yaitu shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa :103.
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$#
(#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$#
$Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
s Maka apabila
kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu
duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
b.
Waktu shalat wajib.
1)
Shalat dzuhur (4 raka’at), waktunya
ialah mulai matahari condong kearah barat dan berakhir sampai bayang- bayang
suatu benda sama panjang dengan benda itu.
2)
Shalat Ashar (4 raka’at), waktunya
mulai bayang-bayang sepanjang bendanya dan berakhir sampai matahari terbenam.
3)
Shalat maghrib (3 raka’at), waktu nya
dari terbenam matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya mega
kemerah-merahan.
4)
Shalat isya’ (4 raka’at), waktunya
mulai hilangnya cahaya mega kemerah-merahan dan berakhir sampai terbir fajar
siddiq.
5)
Shalat subuh (2 raka’at), waktunya
ialah mulai dari terbit fajar siddiq berakhir dampai terbit matahari.
c.
Tata cara shalat wajib
1)
Niat adalah ketetapan hati, sedangkan
menurut istilah syara’ niat berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu
untuk melakukan pekerjaan.
2)
Takbiratulikhram ialah membaca lafadz
allahu akbar artinya Allah Maha Besar.
3)
Membaca surat Al-Fatihah. Membaca surat
Al-Fatihah adalah fardhu i mushalli selain makmum, dalam tiap raka’at, baik
shalat fardu maupun sunnah, membaca surat
Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do’a iftitah pada raka’at pertama dan
raka’at berikutnya secara sempurna. Jika orang yang shalat itu menjadi makmum,
ketika imam sedang membaca surat Al-Fatihah
makmum tidak boleh membaca surat apapun dan ia
harus mendengarkan bacaan surat
Al-Fatihah yang dibacakan oleh imam.
4)
Ruku’. Dengan tuma’ninah maksudnya
ialah membungkukkan badan sehingga punggung menjadi sama rata dengan leher,
dengan kedua tangannya memegang lutut dalam keadaan jari terkembang dengan
tenang.
5)
I’Tidal.
Maksudnya ialah bangun dari ruku’ dan tegak lurus dengan tenang.
6)
Sujud. Sujud dua
kali dengan tuma’ninah maksudnya ialah meletakkan kedua lutut, dan kedua
telapak tangan, kening dan hidung ke atas sajadah.
7)
Duduk diantara
dua sujud ialah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dngan
tenang.
8)
Duduk yang
terakhir. Maksudnya ialah duduk untuk tasyahud akhir pada raka’at terakhir
setelah bangun dari sujud yang terakhir.
9)
Membaca tasyahud
atau tahiyad terakhir pada waktu duduk akhir.
10)
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad
SAW.
11)
Mengucap salam yang pertama, waktunya
ialah pada saat duduk tasyahud akhirsetelah membaca tasyahud, membaca shalawat
atas nabi dan doa-doa yang lain baru membaca salam.
12)
Terib. Maksudnya
ialah dalam melaksanakan ibadah shalat ini harus berurutan dari rukun yang
pertama sampai dengan rukun yang terakhir.
2.
shalat jamaah
a.
pengertian shalat jamaah
kata-kata jamaah artinya berkumpul
jadi pengertian shalat jamaah menurut bahasa artinya shalat yang dikerjakan
bersama-sama atau lebih dari satu orang.menurut syara” ialah shalat yang
dikerjakan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih,salah seorang
diantaranya bertindak sebagai imam(pemimpin yang harus diikuti)sedangkan yang
lainnya disebut makmum yang harus mengikuti imam.
b.Syarat-Syarat
menjadi imam
1)
Laki-laki,
perempuan dan banci tidak boleh menjadi imam.
2)
Perwempuan tidak boleh menjadi imam
3)
Orang dewasa menjadi makmum kepada
anak-anak yang sudah mumayyiz(hampir dewasa)
4)
Hamba sahaya
boleh makmum kepada orang yang merdeka atau sebaliknya.
5)
Laki-laki tidak
bolleh makmum kepada perempuan.
c.Syarat-syarat menjadi makmum.
1)
Makmum hendaklah
berniat mengikuti imam,adapun imam tidak disyariatkan berniat menjadi imam
tetapi hanya sunah agar tidak mendapatkan pahala berjamaah.
2)
Makmum harus
menikuti segala gerakan imam dan tidak boleh mendahului imam.
3)
Makmum mengetahui
gerak-gerik imam(perbuatan imam) imam baik diketahui dengan melihat imam
sendiri atau melihat makmum yang mengikuti imam atau mendegarkan suara imam.
4)
Imam dan makmum
ada dalam satu tempat.
5)
Tempat berdiri
makmum harus berdiri di belakang imam.
6)
Imam daan makmum
hendaklah sama aturan sembahyangnya.
d.Bacaan
makmum dalam shalat berjamaah
para ulama telah ijma’(bersepakat) bahwa imam tidaklah
menanggung bacaan makmum dalam shalat fardhu, kecuali bacaan fatihah.adapun
mengenai bacaan fatihah, dalam hal ini ulama berpendapat.
Para ulama hanafiyyah,berpendapat bahwa kewajiban membaca
fatihah adlah gugur bagi makmum, baik shlalat yang bacaannya sir maupun jahar, apabila seseorang makmum membacanya juga, hukumnya adalah
makruh.
Ulama syafi’iyyah, berpendapat bahwamakmum di wajibkan
membaca fatihah,baik shalat sirriyah
maupun jahar semantara itu ulama
malikiyyah dan ulama hanaballiah berpendapat bahwa membaca fatihah itu tidak
wajib atas mutlaq.
Hanya saja ulama malikiyyah yang mengatakan bahwa makmum
disunahkan membacanya pada shalat sirriyah walaupun imam membacanya pada shalat jahriyah,walaupun
dia tidak dapat mendengar suara imam.
Kesimpulannya:
a)
Ulama hanafiyyah
melarang makmum membaca fatihah secara mutlaq
b)
Ulama syafi’iyyah mewajibkan secara
mutlaq
c)
Ulama malikiyyah
tidak mewajibkan dan tidak mrlarang.hanya pada shalat sir di sunatkan membacanya.
d)
Ulama hanabillah
tidak mewajibkan dan tidak melarang pada saat tidak mendegar imam bacaan imam,
maka sunat membacanya sir ataupun
karena jauhnya.
7.Shalat jama’
Pengertian shalat
jama’ menurut bahasa ialah shalat yang dikumpulkan.sedangkan menurut istilah
syara’ islam ialah dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu karena
ada sebab-sebab tertentu.
a)
Shalat yang boleh di jama’
Shalat yang
boleh dijama’ ialah shalat dzuhur,dan shalat ashar, shalat ashar atau shalat
maghrib’ atau shalat dan shalat isya’ tidak boleh shalat ashar dijama’ debgan
shalat maghrib atau shalat isya’ dengan shalat subuh.
b) syarat
shalat jama’
1)
Dalam
perjalanan(musafir) perjalanan yang dibolehkan seseorang menjama’shalat ialah
perjalanan yang tidak terlarang seperti perjalanan untuk maksiat.
2) Perjalanan itu berjarak jauh sejauh 80,64 km atau perjalanan
yang memakan waktu lebih dari sehari semalam.
3) Shalat yang boleh di jama’ adalah shalat ada’ atau
shalat jama’ bukan shalat qadhah.
4) Niat shalat jama’shalat pada waktu takbiratul ihram.
c) Jama’ taqdim dan jama takhir
1) mazhab hanafiyyah
Menurut mazhab hanafiyyah,tidak boleh mengerjakan jama’
antara dua macam shalat dalam satu waktu,baik dalam keadaan berpergian maupun
di rumah dengan udzhur apa pun juga.
Di
perbolehkan menjama’ shalat dzuhur dan ashar pada waktu dzuhur(jama’ taqdim)
Dengan empat
syarat
a)
Dilakukan pada saat
wukuf di arafah.
b)
Yang melakukan
jama’ shalat tersebut sedang mengerjakan ihram atau haji.
c)
Mengerjakannya di
belakang imam kaum muslimin atau wakilnya.
Di perbolehkan menjama’ shalat maghrib dan isya’ pada
waktu isya’(jama’ takhir)
a)
Dikerjakan di muzdalifah.
b)
Hendaknya orang
yang mengerjakan shalat jama’ sedang berikhram haji.
Setiap dua macam shalat yang di jama’ trsebut(jama’ taqdim dan jama’takhir)
tidak perlu adzan, kecuali satu kali, meskipun shalat itu tetap meerlukan
iqamat secara khusus.
2)
Madzhab maliki
Menurut
madzhab maliki sebab –sebab menjama’shalat sebagai berikut:
a)
Berpergian secara mutlaq,baik safar
yang di perbolehkan qashar ataupun tidak. Akan tetapi,disyaratkan safar yang
boleh dan tidak di makruhkan.apabila ia berniat untuk berhenti sebelum matahari
menguning,hendaklah ia melaksanakan shalat dzuhur sebelum ia melakukan
perjalanan,serta mengakhiri shalat ashar ketika ia berhenti.yang demikian ini
hukumnya wajib.sebab ia merhenti dengan waktu terpilih.jadi,tidak ada penyebab
untuk mendahulukannya (untuk menjama’ taqdim).
b)
Sakit. Barang siapa yang sakit
sehinggah ia tidak mampu mengerjakaan setiap shalat atau wudu’, ia boleh
menjama’ antara shalat dzuhur dan shalat ashar serta antara shalat maghrib dan
shalat isya’.
c)
Berada di arafah (orang sedang wukuf)
baik ia berkedudukan sebagai penduduknya maupun bukan’
d)
Berada di muzdalifah.disunahkan bagi
orang yang sedang melaksanakan ibadah haji setelah bertolak dari arafah untuk
mengakhiri shalat maghrib sehinggah ia tiba di muzdalifah.
3)
mazhab Asy-syafi’i
Di
bolehkan menjama’ antara maghrib dan isya’ secara jama’ taqdim maupun jama’
takhir bagi orang yang melakukan safar sejauh jarak yang diperbolehkan menjama’
secara taqdim saja sebab turun hujan.
Dalam melaksanakan jama’ taqdim disyaratkan enam macam syarat, yaitu:
1)
Tertib, yaitu
mendahulukan shalat yang berada pada waktunya.misalnya,ia berada pada waktu
dzuhur,dan ia berkehendak melakukan jama’taqsdim dengan shalat ashar, maka
wajib ia memulainya dengan shalat dzuhur bukan sebaliknya.
2)
Niat
menjama’dalam shalat pertama, misalnya ia berniat dalam hatinya untuk
mengerjakan shalat ashar setelah selesai menunaikan shalaat dzuhur.niat
disyaratkan pada shalat yang pertama, meskipun diniatkan bersamaan dengan waktu
salam.
3)
Berturut-turut
antara dua macam shalat, yaitu sekiranya tidak dipisah antara keduanya dengan
suatu perbuatan yang cukup untuk menunaikan shalat dua rakaat yang ringan.
Tetapi ia boleh memisahkan keduanya dengan adzan,iqamah,dan bersuci.
4)
Waktu shalat
pertama masih memungkinkan terselenggaranya shalat yang kedua.
5)
Masih tetap
berlangsungnya safar sampai ia memulai dalam shalat kedua dengan
takbiratulikhram.
4) mazhab hambali
Di
perbolehkan mengerjakan shalat jama’ antar shalat dzuhur dan shalat ashar,
maupun shalat maghrib dan shalat isya’baik secara jama’ taqdim ataupun
jama’ta’khir.akan tetapi, meninggalkan menjama’adalah yang lebih utama.
Sunah hukumnya menjama’ taqdim antara shalat dzuhur dan
shalat ashar di arafah serta menjama’takhir antara shalat maghrib dan isya’ di muzdalifah.akan
tetapi,kebolehan menjama’ini adalah bagi orang musafir yang dibolehkan
mengqashar shalat,atau orang sakit yang mengalami kesulitan jika meninggalkan
jama’atau wanita yang sudah menyusui atau mustahadhah.orang seperti ini di
perbolehkan menjama’untuk menghindari bersuci pada setiap shalat.
8. Shalat dalam
keadaan sakit
Orang yang
sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu selama akalnya atau ingatannya
masih normal.cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit
tersebut.jika ia tidak mampu shalat berdiri,maka ia boleh shalat dengan
duduk.jika ia tidak mampu dengan duduk, maka boleh shalat dengan berbaring
kesebelah kanan dengan menghadap kiblat.jika ia tidak mampu berbaring boleh
shalat dengan terlentang.
1) Tata cara shalat dalam keadaan sakit
a)
Cara shalat dengan duduk
Orang yang
shalat dengan duduk, maka duduknya adalah duduk dengan iftirasy (seperti ketika
duduk tasyahud awal).sedangkan niatnya,takbiratul ikhram,bacaan doa
iftitah,membaca fatihah,bacaan ayat(sutar) sama dengan shalat sambil
berdiri.untuk ruku’nya cukup dengan membungkukkan badan sekedarnya.i’tidalnya
tentu dengan duduk, kemudian sujud biasa, duduk diantara dua sujud sama, dan
duduk tasyahud akhir tentunya dengan duduk tawrruk.setelah itu tasyahud dan
bacaan salamnya juga sama dengan shalat biasa.
b)
Cara shalat dengan berbaring
Jika seseorang
mengerjakan shalat dengan berbaring,maka ia berbaring ke sebelah kanan dengan
menghadap kiblat.Bagi kita bangsa Indonesia yang berada di sebelah
timur ka’bah maka kepala kita berada di sebelah selatan.semua bacaan shalat dengan
berbaring sama dengan bacaan shalat sambil berdiri.hanya saja gerakan-gerakan
separti ruku’,I’tidal,sujud,bangun dan seterusnya cukup memberikan isyarat,atau
dengan kedipan mata.
c) Shalat
dengan terlentang
jika seseorang
mengerjakan shalat dengan terlentang,maka kedua kakinya dihadapkan kea rah kiblat dan jika mungkin kepalanya
di beri bantal, maka mukanya dapat menghadap kiblat.dengan demikian posisi
tidurnya,bagian kepala di sebelah timur dan kaki di sebelah barat.bacaan shalat
sama dengan shalat shalat sambil berbaring(tiduran miring) jika seseorang
mengerjakan shalat dengan terlentang sudah tidak mampu lagi untuk memberikan
isyarat,maka baginya tidak wajib melakukan apapun.
9. Shalat jum’at
a) pengertian shalat jum’at
Shalat
jum’at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan sesudah khutbah waktu dzuhur
pada hari jum’at hokum melaksanakannya adalah fardhu ain’,bagi setiap muslim
laki-laki dewasa,merdeka dan penduduk tetap(mukmin) bukan musafir,firman Allah
dalam surat Al
–jumu’ah:
b) Syarat wajib
shalat jum’at
orang
yang wajib megerjakan shalat jum’at adalah orang yamg memenuhi syarat-syarat
sebagaiberikut:
1)
Islam.
2)
Baligh atau dewasa.
3)
Berakal.
4)
Sehat (bagi orang
yang sakit/berhalangan tidak wajib shalat jum’at)
5)
Laki-laki.
6)
Merdeka.(bukan hamba sahaya)
7)
Penduduk
tetap(mukmin)artinya bukan musafir.
c)
Syarat sah
mendirikan shalat jum’at.
1)
Shalat jum’at
diadakan dalam satu tempat(tempat tinggal)baik di kota maupun didesa.tidak sah
mendirikan shalat jum’at di tempat yang tidak merupakan daerah tempat tinggal
separti ladang atau jauh dari perkampungan penduduk
2)
Shalat jum’at
diadakan secara berjama’ah.jumlah jama’ah mernurut pendapat sebagian para ulama
40 orang laki-laki dewasa dari penduduk di daerah itu.sebagian ulama
berpendapat cukup 2 orang saja,karena sudah bearti berjama’ah
3)
Hendaklah
dikerjkan pada waktu dzuhur.
4)
Hendaklah dilaksanakan setelah
khutbah.
d)
Syarat dan rukun shalat jum’at
1)
Khutbah dilaksanakan pada waktu dzuhur.
2)
Khutbah
dilaksanakan dengan berdiri kecuali jika tidak mampu.
3)
Khatib harus
duduk diantara dua khutbah.
4)
Khatib harus suci
dari hadats dan najis.
5)
Khatib harus menutup aurat.
6)
Suara khatib
harus keras sedemikian rupa sehinggah dapat didengar oleh jama’ah.
7)
Tertib.
e)
Rukun khutbah
1)
Mengucapkan pujian kepada Allah yaitu
ucapan Alhamdulillah.
2)
Mengucapkan dua kalimat syahadat.
3)
Membaca shalawat nabi.
4)
Berwasiat atau member nasehat kepada
jama’ah agar bertaqwah kepada Allah dan memberikan pelajaran yang lain seperti
keimanan,akhlaq,hokum dan masalah-masalah lain yang bermanfaat bagi jama’ah
5)
Membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada salah
satu dua khutbah,boleh di baca pada khutbah pertama dan kedua.
6)
Berdo’a pada khutbah untuk kaum
muslimin dan mukmin laki-laki baik yang masih hidup atau pun yang sudah
meninggal dunia.
f)
Amalan yang
dilakukan sebelum shalat jum’at
1)
Mandi.
2)
Memotong kuku dan
merapikan kumis.
3)
Memakai pakaian yang rapid an bersih
(warna putih lebih utama)
4)
Memakai harum-haruman.
5)
Membaca doa ketika keluar rumah untuk
menuju ke masjid
6)
Segera menuju ke
masjid dengan berjalan kaki perlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
7)
Melaksanakan shalat sunah tahiyatul
masjid.
8)
Setelah melaksanakan shalat tahiyatul
masjid disunahkan I’tikaf sambil membaca dzikir atau shalawat atau membaca
Al-Qur’an jika khatib belum naik mimbar.
10.Shalat jenazah
a)
Pengertian shalat jenazah
Shalat jenazah menurut bahasa ialah
shalat yang dilaksanakan untuk mendo’akan jenazah.sedangkan pengertaian shalat
jenazah menurut istilah syari’at islam adalah shalat yang dilakukan dengan 4
kali takbir untuk mendo’akan jenazah dengan beberapa ketentuan/syarat rukun
tertentu.jenazah yang di shalat kan
sudah dimandikan,dan sudah dikafani.
b)
Hukum shalat jenazah
Hukum shalat jenazah ialah fardhu
kifayah yaitu kewajiban yang di tujukan kepada orang banyak dan apabila
sebagian di antara mereka ada yang melaksanakannya maka yang lainnya di bebas kan dari
kewajiban.tetapi apabila tidak ada yang melaksanakan kewajiban itu semuanya
jadi berdosa.
c)
Syarat-syareat shalat jum’at
1)
Menutup
aurat,suci dari hadats besar dan hadats kecil,bersih badan,pakaian,dan tempat
dari najis serta menghadap kiblat .hal ini sama dengan shalat biasa
2)
Jenazah telah
dimandikan dan dikafani.
3)
Letak jenazah di
sebelah kiblat orang yang menshalatkanya kecuali shalat jenazah di atas kuburan
atau shalat ghaib.
d)
Rukun shalat jenazah
1)
Niat.
2)
Berdiri bagi yang mampu.
3)
Takbir 4 kali
4)
Membaca surat Al-fatihah.
5)
Membaca shalawat atas nabi.
6)
Mendoakan jenazah.
7)
Memberi salam.
e)
Sunah shalat jenazah
1)
Mengangkat kedua
tangan pada tiap-tiap takbir(empat kali)
2)
Merendahkan suara bacaan(israr)
3)
Membaca ta’awwudz
4)
Disunahkan banyak pengikutnya.
5)
Memperbanyak shaf.
11.
Shalat sunah
a) pengertian shalat sunah
Yang
dimaksud dengan shalat sunah ialah semua shalat selain shalat fardhu lima waktu,shalat jum’at,dan
shalat jenazah,dan apabila dikerjakan hukumnya sunah.yang dimaksud dengan
amalan yang hukumnya sunah ialah suatu amalan yang apabila dikerjakan pelakunya
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan yang meninggalkannya tidak berdosa.
Shalat sunah ini banyak macamnya antara lain sebagai berikut:
1)
Shalat sunah rawatib
Shalat
sunah rawatib adalah shalat sunah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan
sebelum shalat fardhu ataupun dikerjakan sesudah shalat fardhu.shalat rawatib
yang dikerjakan sebelum shalat fardhu di sebut qabliyah,dan yang dikerjakan
sesudah shalat fardhu disebut ba’diyah.
2)
Macam-macam shalat rawatib
Shalat rawatib
ada dua macam,yaitu:
a)
Shalat sunah rawatib mu’akkad.
Yang termasuk
shalat sunnah rawatib muakad ialah :
1.
Dua rakaat
sebelum shalat dzuhur.
2.
Dua rakaat
sesudah shalat dzuhur.
3.
Dua rakaat sesudah shalat maghrib.
4.
Dua rakaat sesudah shalat isya’.
5.
Dua rakaat sebelum shalat subuh.
b)
Shalat sunnah
rawatib yang tidak muakad:
1.
Dua rakaat
sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur. Jadi shalat sunnah rawatib untuk
shalat dzuhur ada delapan rakaat, yaitu empat rakaat sebelum dzuhur dan empat
rakkaat sesudahnya. Dua rakaat seelum dzuhur yang pertama ini termasuk muakad
sedangkan dua rakaat sebelum dzuhur yang kedua termasuk bukan muakad. Demikian juga shalat
rawatib sesudah shalat dzuhur.
2.
Empat rakaat sebelum shalat ashar.
3.
Dua rakaat sebelum maghrib.
4.
Dua rakaat sebelum isya’.
3)
Keutamaan shalat rawatib.
a)
Keutamaan shalat sunah sebelum subuh.
b)
Keutamaan shalat dzuhur, baik qobliyah
maupun ba’diyah dan keutamaan shalat sunnah rawatib sesudah maghrib dan sesudah
isya’.
12.Shalat sunah malam.
a)
Pengertian shalat sunah malam.
Shalat sunah malam ialah shalat yang dikerjakan pada
malam hari setelah shalat isya’ sampai terlihat fajar. Hukum shalat sunah malam ialah sunah
muakad.
b)
Jenis-jenis shalat sunah malam.
Yang
temasuk dalam kelompok shalat sunah malam ialah shalat witir, shalat tahajjud,
dan shalat tarawih.
1.
Shalat witir.
Shalat witir adalah shalat sunah yang dilaksanakan pada
malam hari, dengan jumlah bilangan rakaat ganjil. Paling sedikit satu rakaat
dan paling banyak 11 rakaat. Cara melaksanakannya boleh memberi salam pada
tiap-tiap rakaat dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat. Jika dilaksanakan
tiga rakaat maka tidak usah membaca tashyahud awal agar tiudak serupa dengan
shalat maghrib. Waktunya sesudah melaksanankan shalat isya’ hingga terbit fajar
seyogyanya shalat sunah witir ini sebagai penutup dari seluruh shalat pada
malam hari.
2.
Shalat tahajjud.
Shalat tahajjud adalah shalat sunah yang dilaksanakan
pada malam hari. Waktu yang paling baik ialah dilaksanakan sesudah bangun tidur
setelah shalat isya sepertiga malam yang terakhir. Jumlah bilangan rakaatnya
paing sedikit dua rakaat, paling banyak tidak terbatas. Sebagaimana firman Allah SWT. Q.S Al- Isra:79.
z
z`ÏBur
È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR
y7©9
#Ó|¤tã br& y7sWyèö7t y7/u
$YB$s)tB #YqßJøt¤C ÇÐÒÈ
dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu
mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.
3.
Shalat tarawih.
a.
Pengertian dan
keutamaan shalat tarawih.
Tarawih ialah shalat sunah yang dikerjakan pada malam
hari pada bulan ramadhan. Hukumnya sunah muakad baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ smampai terbit fajar
(waktu shalat subuh).
b.
Bilangan rakaat shalat rawatib.
Bilangan
rakaat shalat tarawih menurut mazhab Imam Hanafi, Syafi’I, dan Hambali adalah
20 rakaat, sedangkan menurut mazhab Maliki 36 rakaat, karena beliau waktu itu
melihat penduduk madinah melakukan shalat tarawih 36 rakaat. Yang berpendapat
bahwa bilangan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan yang dilaksanakan oleh
khalifah Umar bin Khattab dalam rangka mensyariatkan malam Ramadhan, dilakukan
dua rakaat secara berjamaah.
4.
Shalat id
a. Pengertian
Shalat id
Shalat
id ialh shalat sunah yang dilaksanakan pada hari Raya. Shalat id ada dua macam:
Ø Shalat id yang dilaksanakan pada hari Raya Idul Fitri
tanggal 1 syawal.
Ø Shalat id yang dilaksanakan pada hari Raya Idul Adha
tanggal 10 dzulhijah sehingga dinamakan pula shalat Idain. Shalat ini hukumnya
sunah muakad dan berlaku untuk laki-laki dan perempuan.
b.
Waktu pelaksanaan shalat id.
Waktu
pelaksanaan shalat id ialah mulai terbit matahari sampai tergelincir matahari
tetapi jika diketahui hari Lebaran itu setelah tergelincir matahari maka shalat
id dilaksanakan pada waktu itu juga asal masih sempat pada waktu lebaran yaitu
sempat pada 1 syawal untuk shalat Idul Fitri dan 10 dzulhijah untuk shalat Idul
Adha.
c.
Tata cara shalat id.
Tata cara
shalat id yaitu seperti shalat biasa dua rakaat, baik gerakan maupun bacaan
nya, hanya saja ada takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan takbir lima kali pada rakaat
kedua.
d.
Hal-hal yang
disunahkan sebelum shalat id.
1)
Membaca takbir,
waktunya untuk idul fitri mulai terbenam matahari malam tanggal 1 syawal sampai
dengan dimulai shalat Idul Fitri sedangkan untuk Idul Adha mulai waktu subuh
pada hari Arafah sampai dengan waktu Ashar pada akhir hari tasryik (kira-kira
lima hari).
2)
Mandi, berhias memakai pakaian yang
paing bagus dan memakai wangi-wangian.
3)
Makan sebelum
shalat Idul Fitri sedangkan Idul Adha makan sesudah shalat id.
4)
Berangkat menuju
ketempat shalat id dan pulangnya melalui jalan yang berbeda.
e.
Hal-hal yang
disunahkan pada waktu shalat id.
1)
Dilaksanakan dengan berjamah.
2)
Takbir tujuh kali setelah membaca doa
iftitah sebelum membaca surat Al-Fatihah pada
rakaat yang pertama.Pada rakaat kedua lima kali
takbir ebelum membaca surat
Al-Fatihah selain dari takbir pada waktu berdiri.
3)
Mengangkat tangan
setiap kali takbir.
4)
Membaca tasbih diantarabeberapa
takbir.
5)
Membaca surat
Al-A’la sesudah membaca surat Al-Fatihah pada
rakaat pertama dan surat ghasiyah pada rakaat
kedua atau surat
Qhaff.
6)
Khutbah dua kali
sesudah shalat.
5.
Shalat dhuha.
a.
Pengertian shalat dhuha.
Shalat dhuha
ialah shalat sunah yang dikerjakan pada waktu dhuha yaitu kletika matahari
setinggi tombak pada pagi hari kira-kira pukul 08:00 atau pukul 09:00 WIB
sampai tergelincir. Hukum shalat duhhuha adalah sunah. Lebih dianjurkan shalat
dhuha dikerjakan ketika matahari sudah terasa menyengat mendekati tergelincir
matahari.
b.
Rakaat shalat dhuha.
Shalat dhuha
dikerjakan paling sedikit dua rakaat paling banyak 12 rakaat.
c.Tata cara shalat dhuha.
Tata cara
shalat dhuha sama dengan tata cara shalat sunah lainnya. Jika shalat dhuha
dikerjakan sebanyak dua rakaat maka dianjurkan uuntuk rakaat pertama setelah
membaca surat Al-Fatihah membaca surat Ad-Dhuha. Jika kedua surat itu belum
hafal, maka nmengrjakan shalat dhuha boleh dibaca surat atau ayat-ayat apa
saja.
6.
Shalat tahiyyatul masjid.
a.
Pengertian shalat tahiyyatul masjid.
Shalat
tahiyyatul masjid adalah shalat dua rakaat yang dikerjakan ketika masuk masjid
sebelum duduk. Shalat ini dimaksudkan untuk menghormati masjid.
b.
Tata cara shalat tahiyyatul masjid.
Cara
mengerjakan shalat tahiyyatul nasjid seperti shalat biasa, baik gerakan maupun
bacaan.
c.
Pengertian I’tikaf.
I’tikaf
menurut bahasa artinya berdiam diri. Sedangkan menurut istilah syara’ berdiam
diri di masjid sebagai ibadah yang sunah dikerakan setiap waktu. Hukum I’tkaf
itu sunnah, terlebih lagi sesudah tanggal 20 ramadhan sampai akhirnya.
d.
Cara- cara I’tikaf.
1)
Niat beri’tikaf
karena Allah. Kalau mengerjakan I’tikaf yang dinadzarkan, maka wajib berniat
fardhu agar berbeda dengan sunah.
2)
Berhenti didalam
masjid sekurang-kurangnya sekedar yang dinamakan berhenti, dengan memperbanyak
dzikir, tafakkur, membaca do’a dan diutamakan Al-Qur’an.
3)
Menghindarkan
diri dari segala perbuatan yag tidak berguna
BAB III
ZAKAT
A. Pengertian Zakat
Menurut
istilah agama islam zakat artinya kadar harta yang tertentu, yang diberikan
kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.
B. Hukum Zakat
Zakat adalah salah satu rukun islam yang lima, fardhu
’ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan
pada tahun kedua hijriyah.
Firman Allah swt:
”Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat
hartamu”. (An-nisa : 77)
C. macam – macam zakat:
·
zakat harta
·
zakat ternak
·
zakat hasil bumi
·
zakat barang dagangan
·
zakat fitrah
D.
Benda-benda yang wajib dizakati
a). Binatang ternak (unta, sapi, kerbau,
dan kambing)
syarat wajib zakat atas pemilik binatang tersebut
adalah:
- Islam
- Merdeka
- Milik yang sempurna
- Cukup satu nisab
- Sampai satu tahun
- Digembalakan di rumput yang mubah
b). Emas dan Perak
syarat
wajib zakat atas pemilik emas dan perak adalah:
- Islam
- Merdeka
- Milik
yang sempurna
- Sampai satu nisab
- Sampai satu tahun disimpan
Allah swt berfirman
”orang-orang yang menyimpan (
tidak mengeluarkan zakat ) emas dan perak, dan tidak dibelanjakannya pada jalan
allah, ingatkanlah mereka dengan siksaan yang pedih”. (At-Taubah:34)
c). Biji makanan yang mengenyangkan
Biji makanan yang mengenyangkan yang wajib di zakati antara lain:
- Beras
- Jagung
- Gandum
- ’adas
Firman Allah
”keluarkanlah zakat biji makanan itu pada hari memotongnya.” (Al-An’am)
Syarat wajib zakat atas pemilik biji makanan tersebut:
- Islam
- Merdeka
- Milik yang sempurna
- Sampai nisabnya
- Biji makanan itu ditanam oleh manusia
- Biji makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan
lama.
d).
buah-buahan
Buah-buahan yang wajib di zakati hanya kurma dan anggur,
buah-buahan yang lain tidak wajib di zakati. Firman Allah
” Rasulullah saw telah menyuruh supaya menaksir buah anggur itu berapa
banyak buahnya, seperti menaksir buah kurma, dan beliau menyuruh jjga supaya
memungut zakat anggur sesudah kering, seperti mengambil zakat buah kurma, juga
sesudah kering.” (HR. Tirmidzi dan dikatakan hadis Hasan)
Syarat wajib zakat atas pemilik buah-buahan:
·
Islam
·
Merdeka
·
Milik yang
sempurna
·
Nisab
e). Harta
perniagaan
Wajib zakat pada harta perniagaan dengan syarat-syarat
yang tersebut pada zakat emas dan perak.
Sabda Rasulullah saw:
” kain-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya ”.
(Riwayat Hakim)
Tahun perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada
tiap-tiap akhir tahun perniagaan dihitunglah harta perniagaan itu, apabila
cukup satu nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Nisab harta perniagaan adalah adalah menurut pokoknya.
Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas, begitu juga dengan perak. Harta
perniagaan hendaklah dihitung dengan harta pokok (emas dan perak), juga
zakatnya sebanyak zakat emas atau perak, yaitu 1/40 = 2,5 %.
E. Nisab
dan zakat satu persatunya
1. Nisab dan zakat Unta
Nisab
|
Zakatnya
|
|
|
Bilangan dan
jenis zakat
|
Umurnya
|
5 – 9
|
1 ekor
kambing
1 ekor domba
|
2 tahun
lebih
1 tahun lebih
|
10 – 14
|
2 ekor
kambing
2 ekor domba
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
15 – 19
|
3 ekor kambing
3 ekor domba
|
2 tahun
lebih
1 tahun lebih
|
20 – 24
|
4 ekor
kambing
4 ekor domba
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
25 – 35
|
1 ekor anak
unta
|
1 tahun lebih
|
36 – 45
|
1 ekor anak
unta
|
2 tahun lebih
|
46 – 60
|
1 ekor anak
unta
|
3 tahun lebih
|
61 – 75
|
1 ekor anak
unta
|
4 tahun lebih
|
76 – 90
|
2 ekor anak
unta
|
2 tahun lebih
|
91 –
120
|
2 ekor anak
unta
|
3 tahun lebih
|
121
|
3 ekor anak
unta
|
2 tahun lebih
|
2. Nisab dan Zakat sapi dan kerbau
Nisab
|
Zakatnya
|
|
|
Bilangan
dan jenis zakat
|
Umurnya
|
30 - 39
|
1 ekor anak sapi
atau seekor kerbau
|
2 tahun lebih
|
40 - 59
|
1 ekor anak
sapi atau seekor kerbau
|
2 tahun lebih
|
60 – 69
|
2 ekor anak
sapi atau seekor kerbau
|
1 tahun lebih
|
70 - ....
|
1 ekor anak
sapi atau seekor kerbau dan 1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
|
2 tahun lebih
|
3. Nisab dan zakat kambing
Nisab
|
Zakatnya
|
|
|
Bilangan
dan jenis zakat
|
umurnya
|
40 – 120
|
1 ekor kambing
betina atau 1 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
120 – 200
|
2 ekor kambing
betina atau 2 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
201 – 399
|
3 ekor kambing
betina atau 3 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
400 - ....
|
4 ekor kambing
betina atau 4 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
4. Nisab emas – perak dan zakatnya
Emas – perak wajib dizakati apabila yang bersihnya cukup satu nisab.
·
Nisab emas 20
mitsqal ( = £ 12 ⅛ ), berat timbangannya 93,6 gram; zakatnya 1/40 (2 ½ % = ½
mitsqal = £ 0,303 )
·
Nisab perak 200
dirham (624 gram), timbangan perak bersih dengan uang belanda = ƒ 86,66;
zakatnya (2 ½ ) = 5 dirham (15,6 gram) = ƒ 2,17.
5. Nisab biji dan buah-buahan
Nisab biji makanan yang
mengenyangkan dan buah-buahan 300 sha’ (lebih kurang 930 liter) bersih dari
kulitnya.
1 wasaq = 60
sha’
5 wasaq = 5 x
60 sha’ = 300 sha’
1 sha’ = 3,1 liter
Jadi, 300 x 3,1 = 930 liter ( satu nisab )
Zakatnya, kalau diairi dengan air sungai atau air hujan 1/10 (10%). Tetapi
kalau disiram dengan air yang memakai biaya, zakatnya 1/20 (5%)
F.
Jenis-jenis zakat
a). Zakat
piutang
Orang yang mempunyai piutang banyaknya sampai satu nisab
dan masanya telah sampai satu tahun serta mencukupi syarat-syarat yang mewajibkan zakat juga keadaan piutang
itu telah tetap, baik piutang itu dari jenis emas atau perak maupun harta
perniagaan, piutang yang seperti itu wajib dizakati dan wajib mengeluarkan
zakatnya bila mungkin membayarnya.
b). zakat rikaz (harta terpendam)
Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam oleh kaum
jahiliyah. Apabila kita mendapat emas atau perak yang ditanam oleh kaum
jahiliyah itu, wajib kita keluarkan zakat 1/5 (20%).
Sabda Rasulullah saw :
Dari Abu Hurairah: ” telah berkata Rasulullah saw : zakat rikaz seperlima.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun,tetapi apabila
didapat, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat harta
tambang emas dan perak.
Adapun nisabnya, setengah ulama berpendapat : disyaratkan
sampai satu nisab. Pendapat ini menurut madzhab imam Syafi’i. Pendapat yang
lain seperti pendapat imam Maliki, imam Abu Hanifah dan imam ahmad dan
pengikut-pengikut mereka : bahwa nisab itu tidak menjadi syarat.
c). Zakat Fitrah
1. Syarat-syarat wajib zakat fitrah:
·
Islam
o
Ada sebelum
terbenam matahari hari penghabisan bulan ramadhan.
o
Mempunyai
kelebihan harta dari pada keperluan makanan untuk dirinya sendiri, dan untuk
yang wajib dinafkahinya, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya dan
siang harinya.
2. Waktu dan hukum membayar fitrah pada waktu itu.
a. waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal ramadhan sampai
hari penghabisan ramadhan.
b. waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan
ramadhan.
c. waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah
shalat subuh sebelum pergi shalat hari raya.
d. waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari
raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya.
e. waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah
terbenam matahari pada hari raya.
G. Orang orang yang berhak menerima zakat
Penjelasan menurut pendapat yang empat
1. mazhab hanafi
- Fakir, yaitu orang yang mempunyai harta kurang dari
satu nisab
atau mempunyai satu nisab atau lebih tetapi habis untuk keperluannya.
- Miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai sesuatu
pun.
- ’Amil, yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan
mengurus zakat.
- Muallaf, yaitu mereka tidak diberi zakat lagi sejak
masa khalifah pertama.
- Hamba, yaitu hamba yang telah dijanjikan oleh
tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta
lain.
- Berutang,
yaitu orang yang mempunyai hutang, sedangkan hitungan hartanya di luar
hutang tidak cukup satu nisab, dia di beri zakat untuk membayar hutangnya.
- Jalan allah, yaitu balatentara yang berperang pada
jalan allah.
- Musafir, yaitu orang yang dalam perjalanan, yang
putus perhubungan dengan hartanya, orang ini diberi sekedar hajatnya.
2. mazhab Maliki
- Fakir, yaitu orang yang mempunyai harta sedangkan
hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun. Orang
yang mencukupi dari penghasilan yang tertentu tidak diberi zakat. Orang
yang punya penghasilan tidak mencukupi, diberi sekedar mencukupi.
- Miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai sesuatupun.
- ’amil, yaitu pengurus zakat, pencatat, pembagi,
penasihat, dan sebagainya, yang bekerja untuk kepentingan zakat.
Syarat menjadi ’amil adalah adil dan mengetahui segala hukum yang
bersangkutan dengan zakat.
·
Mu’alaf, yaitu
sebagian mengatakan : orang kafir yang ada harapan untuk masuk ke agama islam,
sebagian yang lain mengatakan: orang yang baru memeluk agama islam.
·
Hamba, yaitu
hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan.
·
Berutang, yaitu
orang yang berutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar
hutangnya, dibayar hutangnya dengan zakat kalau dia berutang bukan untuk
sesuatu yang fasad (jahat).
·
Jalan allah,
yaitu balatentara dan mata-mata. Juga harus untuk membeli senjata, kuda, atau
untuk keperluan peperangan yang lain pada jalan allah.
·
Musafir, yaitu
orang yang dalam perjalanan, sedangkan ia hajt pada sokongan untuk ongkos
pulang ke negerinya, dengan syarat keadaan perjalanannya bukan maksiat.
3. mazhab hambali
- Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta, atau
mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
- Miskin, yaitu yang mempinyai harta seperdua tetapi
keprluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.
- ’Amil, yaitu pengurus zakat, dia diberi zakat
sekedar u[ah pekerjaannya.
- Muallaf, yaitu orang yang berpengaruh di
sekelilingnya sedangkan ada harapan dia masuk islam, ditakuti
kejahatannya, oranng islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh,
atau ada harapan orang lain akan
masuk islam karena pengaruhnya.
- Hamba, yaitu hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya
boleh menebus dirinya, dengan uang yang telah ditentukan.
- Berutang,
orang yang berutang terdiri dari dua macan
a.
orang yang
berutang untuk medamaikan orang lain yang berselisih
b.
orang yang
berutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia
zudah taubat.
- Jalan allah, yaitu balatentara yang tidak dapat gaji
dari pimpinam
- Musafir, yaitu orang yang keputusan belanja dalam
perjalanan yang halal.
4. mazhab Syafi’i
- Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan
usaha, atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua
kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.
- Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta atau usaha
sebanyak seperdua kecukupannya atau
lebih tetapi tidak sampai mencukupi.
- ’Amil, yaitu semua orang yang bekerja mengurus
zakat, sedangakan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.
- Mu’allaf :
muallaf terdiri dari
1. orang yang baru masuk islam , sedangkan imamnya belm
teguh,
2. orang islam yang berpngaruh dalam kaumnya, dan di berpengharapan
kalau dia diberi zakat, orang lain dari kaumnya akan masuk islam.
3. orang islam yang berpengaruh terhadap kafir kalau dia
diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah
pengaruhnya.
4. orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.
- Hamba, yaitu hamba yang dijanjikan oleh tuannya
bahwa dia boleh menebus dirinya, hamba itu diberi zakat sekedar untuk
menebus dirinya.
- Berutang :
orang yang berutang terdiri dari 3 macam, yaitu:
1.
orang yang
berutang karena mendamaikan dua orang yang sedang berselisih.
2.
orang yang
berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah atau yang
tidak mubah, tetapi dia sudah tobat.
3.
orang yang
berutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang
dijaminnya itu tidak dapat membayar hutang.
- Jalan Allah, yaitu balatentara yang membantu dengan
kehendaknya sendiri, sedangkan dia tidak mendapat gaji yang tertentu dan
tidak pula mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan
peperangan dalam dewan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun dia
kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan peperangan.
Demikianlah ulama fiqh menafsirkan ”sabilillah”.
Kata ibnu Atsir, makna sabilillah adalah semua amal kebaikan yang
dimaksudkan berhampir diri kepada allah swt, bukan tertentu pada peperangan,
dan bukan pula lebih jelas maknanya terhadap peperangan.
- Musafir, yaitu orang yang mengadakan perjalanan dari
negri zakat atau melalui negri zakat. Dalam perjalanannya itu dia diberi
zakat untuk sekedar ongkos sampai pada yang dimaksudnya, atau sampai pada
hartanya dengan syarat bahwa dia memang dia membutuhkan bantuan.
Perjalanannya itu pun bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
H. Orang yang tidak berhak menerima zakat
1. orang kaya dengan harta atau kaya dengan
usaha dan penghasilan.
Sabda Rasulullah saw
”tidak halal bagi orang kaya dan oranng yang mempunyai kekuatan tenaga
mengambil sedekah (zakat)” (riwayat lima orang ahli hadits, selain nasai dan
ibnu majah)
2.hamba sahaya, karena mereka mendapat nafkah dari tuan
mereka.
3. turunan Rasulullah saw.
Sabda Rsulullah saw :
”dari abu Hurairah, katanya: pada suatu hari Hasan bin Ali telah mengambil
sebuah kurma dari kurni zakat, lantas dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah saw
bersabda ( keoada cucu beliau) : ” jijik, jijik, buanglah kurma itu! Tidak
tahukah kamu bahwa kita (turunan muhammad) tidak boleh mengambil sedekah (
zakat). ( riwayat Muslim)
4. orang dalam tanggungan yang berzakat,
5. orang yang tidak beragama islam.
I. Hikmah zakat
1.
menolong orang
yang lemah dan orang yang susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap
Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat).
2.
membersihkan diri
dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta mendidik diri agar bersifat
mulia dan pemurah dengan membiasakan membayarkan amanat kepada orang yang
berhak dan berkepentingan.
3.
sebagai ucapan
syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya.
4.
menjaga
kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah.
5.
mendekatkan
hubungan kasih sayang dan cinta mencintai antara si miskin dengan si kaya, rapatnya hubungan tersebut akan membuahkan
beberapa kebaikan dan kemajuan, serta berfaedah bagi kedua golongan dan
masyarakat umum.
BAB IV
PUASA
A. Pengertian Puasa
Menurut bahasa arab puasa
berasal dari kata shaumu yang artinya
adalah menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur, menahan berbicara,
menahan makan, dan sebagainya.
Menurut istilah agama, puasa
berarti menahan diri dari sesuatu yang membukakan, satu hari lamanya mulai dari
terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Firman Allah swt :
” makanlah dan minumlah kamu, hingga waktu kelihatan benang yang putih dan
benang yang hitam, yaitu fajar.” ( al-Baqarah: 187)
B. Macam-macam puasa
- puasa wajib, yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa
kafarat, dan puasa nadzar.
- puasa sunat
- puasa makruh
- puasa haram, yaitu puasa pada hari raya idul fitri,
hari raya haji, dan tiga hari sesudah hari raya haji, tanggal 11-13
dzulhijah.
Puasa ramadhan diwajibkan atas tiap-tiap orang mukallaf
dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
- dengan melihat bulan bagi yang melihatnya.
- dengan mencukupkan bulan sya’ban tiga puluh hari.
- dengan adanya melihat (Ru’yat) yang dipersaksikan
oleh seseorang yang adil di muka hakim.
”bahwasanya ibnu umar telah melihat bulan, maka diberitahukannya hal itu
kepada Rasulullah saw. Berpuasa, dan beliau menyuruh orang banyak agar berpuasa
pula.” (Riwayat Abu daud).
- dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak,
sehingga mustahil mereka akan dapat sepakat berdusta atau sekata atas
kabar yang dusta.
- percaya kepada orang yang melihat.
- tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar
untuk memberitahukan kepada orang banyak, seperti lampu, meriam, dan sebagainya.
- dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu
bintang).
Sabda Rasulullah saw
” Dari ibnu umar dari rasulullah saw, sabdanya: ” apabila kamu melihat
bulan ( di bulan ramadhan), hendaklah kamu berpuasa, dan apabila kamu melihat
bulan ( di bulan syawal), hendaklah kamu berbuka. Maka jika tertutup antara
kamu dan tempat terbit bulan, hendaklah kam kira kirakan bulan itu.” (riwayat
Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majjah)
Pendapat-pendapat tentang melihat bulan
- tidaklah wajib puasa atas penduduk negri yang tidak
melihatnya, berarti melihat bulan di negri lain tidak mewajibkan puasa
atas penduduk negri yang tidak melihatnya.
- wajib puasa atas penduduk negri yang tidak melihat
itu apabila melihat bulan ditetapkan oleh imam, sebab imam berhak terhadap
semua negri yang diperintahnya.
- hanya wajib puasa atas penduduk negri-negri yang
berdekatan dengan negri-negri yang melihat tetapi terhadap penduduk negri
yang jauh dari negri tempat melihatnya, tidak wajib puasa.
Ukuran jauh dekat ada beberapa pendapat:
- jauh ialah sama dengan perjalanan qashar
- perbedaan hawa, panas atau dinginnya negri itu
dibandingkan dengan negri lain.
- Perbedaan mathali’ (terbit matahari). Pendapat
inilah yang lebih dekat pada pengertian ilmiyah.
- wajib puasa atas penduduk negri yang pada adatnya
kemungkinan melihat sama dengan negri yang melihat itu apabila tidak ada
yang mengalanginya.
- tidaklah wajib apabila negri itu berbeda tinggi atau
rendahnya dengan negri tempat melihat bulan.
C. Syarat wajib puasa
- berakal, orang yang gila tidak wajib berpuasa.
- baligh, (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang
lain.
- kuat puasa, orang yang tidak kuat karena sudah tua
atau sakit, tidak wajib berpuasa.
D. Syarat sah puasa
- islam, orang yang bukan islam tidak sah puasa.
- mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang
tidak baik).
- suci dari darah haidh (kotoran) dan nifas (darah
beranak). Kedua nya ini tidak sah berpuasa tetapi wajib mengqadha puasa
yang tertinggal itu sekupnya.
- dalam waktu yang diperbolehkan berpuasa padanya.
E. Rukun puasa
- niat pada malamnya. Tiap malam-malam selama bulan
ramadhan yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya.
Kecuali puasa sunat, boleh niat siang hari, asal sebelum zawal (matahari
condong ke barat)
- menahan dari segala yang membatalkan puasa sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari.
F. Yang membatalkan puasa
- makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa adalah apabila dengan sengaja, kalau
tidak sengaja seperti lupa, tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah saw
”barang siapa lupa bahwa ia puasa, kemudian ia makan atau minum, maka
hendaklah disempurnakan puasannya, sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan
minum. (HR. Bukhari dan Muslim).
Memasukkan sesuatu ke dalam lubang badan yang biasa seperti lubang telinga,
lubang hidung, dan sebagainya. Sebagian ulama berpendapat sama dengan makan dan
minum, artinya membatalkan puasa. Ulama lain berpendapat hal itu tidak
membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum.
- Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali
ke dalam.
- bersetubuh.
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh sewaktu siang hari di
bulan ramadhan, sedang ia wajib puasa, wajiblah atasnya membayar kafarat,
kafarat ini ada tiga tingkat, yaitu:
- memerdekakan hamba
- (kalau tidak sanggup memerdekakan hamba) puasa dua
bulan berturut-turut.
- (kalau tidak kuat puasa) bersedekah dengan makanan
yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin, tiap orang ¾ liter.
- keluar darah haidh atau nifas.
- Gila, jika gila itu datang waktu siang hari, batallah
puasa.
- keluar mani dengan sengaja.
Keluar mani sebab mimpi, mengkhayal, dan sebagainya tidak membatalkan
puasa.
G. Boleh berbuka
Orang-orang yang yang diperbolehkan berbuka pada bulan
Ramadhan dan kewajiban satu persatunya adalah sebagai berikut:
1.
orang yang sakit
apabila tidak kuasa berpuasa. Diwajibkan atasnya mengqadha apabila ia sudah
sembuh, sedangkan waktunya sehabis bulan puasa nanti.
2.
orang yang dalam
perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka tetapi wajib mengqadha.
3.
Orang tua yang
sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya, atau memang lemah
kejadiannya, bukan karena tua maka ia boleh berbuka. Dan wajib atasnya membayar
fidyah tiap hari ¾ liter beras atau yang sejenisnya kepada fakir miskin.
4.
Orang hamil dan
menyusui. Keduanya boleh berbuka dan wajib qadha dan wajib membayar fidyah.
H. Sunat puasa
- Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin
bahwa matahari sudah terbenam.
- berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau
dengan air.
- berdo’a sewaktu berbuka puasa.
- makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud
supaya menambah kekuatan ketika puasa.
- Mentakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit
sebelum fajar.
- Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang
berpuasa.
- Hendaklah diperbanyak sedekah selama dalam bulan
puasa.
- Memperbanyak membaca Al-qur’an dan mempelajarinya.
I. Puasa sunat
- Puasa enam hari bulan Syawal.
- Puasa hari Arafah (tanggal 9 bulan haji)
kecuali orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji, maka tidak disunatkan puasa.
- Puasa hari ’asyura (tanggal 10 muharram).
- Puasa bulan Sya’ban.
- Puasa hari Senin dan Kamis.
- Puasa tengah bulan (tanggal 13-15) dan tiap-tiap
bulan Qamariyah (tahun Hijriyah).
J. Puasa terus menerus
Berpuasa terus menerus sepanjang masa serta masuk dua
hari raya dan hari tasyrik hukumnya haram, dan kalau tidak masuk hari raya dan
hari tasyrik hukumnya makruh.
K. Puasa Kifarat
Adapun tentang hukum puasa kifarat, maka
perlu diketahui lebih dahulu bahwa puasa itu ada yang sebagai kifarat sumpah :
“maka kifarat sumpah itu memberi makanan kepada sepuluh
orang miskin, yaitu makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak, dan barang siapa yang
tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kifaratnya tiga hari, itulah
kifarat sumpahmu kalau kamu melanggarnya. (QS. Al-Maidah : 89).
Ayat
tersebut menunjukkan dua hukum:
1.bahwa puasa kifarat tidak dapat dilakukan kecuali
setelah yang bersangkutan tidak mampu
berkifarat dengan memberikan makanan atau sandang.
2. puasa tersebut selama tiga hari, bila dilakukan secara
berturut-turut atau terpisah-pisah. Memang oleh sementara ulama yang
berpendapat bahwa puasa kifarat harus dilakukan berturut-turut dengan
berdasarkan kepada dalil yang kurang shahih. Dan dapat dipahami bahwa sumpah
yang harus dikifarati bila dilanggar ialah sumpah yang dengan nama Allah,
sedang yang tidak dengan nama Allah tidak wajib membayar kifarat, seperti
dengan nama Nabi, wali atau ka’bah yang menurut syara’ tidak termasuk sumpah
yang mempunyai akibat hukum.
L. Hikmah
puasa
- Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadat
mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang
tidak terbatas banyaknya dan tidak ternilai harganya.
- Didikan kepercayaan: seseorang yang telah sanggup
menahan makan dan minum dari harta yang halal kepunyaannya sendiri, karena
ingat petaruh Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan perintah
Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
- Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir miskin
karena seseorang yang telah merasakan sakit dan pedihnya perut
keroncongan, akan dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang
sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan.
Maka dengan demikian akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong
fakir miskin.
- Guna menjaga kesehatan.
BAB V
HAJI
A. Definisi Haji
a. secara
etimologi
Kata Hajji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan atau menyengaja dan dapat dibaca dengan dua lafazh Al-hajj dan Al-Hijj.
Kata Hajji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan atau menyengaja dan dapat dibaca dengan dua lafazh Al-hajj dan Al-Hijj.
b. secara terminologi
Haji
menurut istilah syar'i adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan
manasik yang telah ditetapkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan ada yang berkata: "Haji adalah bepergian dengan tujuan ke
tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan suatu amalan yang
tertentu pula
sehingga dapat disimpulkan menurut istilah syara’ haji ialah
sengaja mengunjungi ka’bah (Rumah suci) untuk melakukan beberapa amal ibadah,
dengan syarat-syarat yang tertentu.
B.
Syarat-syarat haji
1). Islam.(Tidak wajib,tidak sah haji orang kafir)
2). Berakal.(Tidak wajib atas orang gila
dan orang bodoh)
3). Baligh.(Sampai umur 15 tahun, atau
baligh tanda- tanda lainnya)
4). Kuasa.( Tidak wajib haji atas orang
yang tidak mampu)
C.
Rukun haji
1). Ihram( Berniat mulai mengerjakan
haji atau umrah)
2).Hadir di
padang Arafah pada waktu yang ditentukan,yaitu mulai dari tergelincir matahari( waktu lohor) tanggal 9
bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan haji,artinya,orang yang megerjakan
haji itu wajib berada di padang arafah pada waktu tersebut.
3).Tawaf( Berkeliling ka’bah)
4). Sa’i(Berlari-lari kecil di antara
bukit safa dan marwah)
D. Beberapa wajib haji
1).Ihram dari
miqat( tempat yang ditentukan dan masa tertentu) ketentuan masa(miqat zamani)
ialah dari awal bulan syawal sampai terbit fajar hari raya haji( tanggal 10
bulan haji) jadi, ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9 ½ hari.
2).Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah
malam, di malam hari raya haji sesudah hadir di arafah.maka apabila ia berjalan
dari muzdalifah tengah malam wajib membayar denda ( dam).
3).Melontar jumratul ‘Aqobah pada hari raya
haji.
4).Melontar tiga jumrah. Jumrah yang
pertama, kedua, dan ketiga (jumrah aqabah) pada tiap-tiap hari tanggal 11-12-13
bulan haji. Tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil, waktu melontar ialah
sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
5).Bermalam
di Mina
6).Thawaf
wada’, yaitu rhawaf sewaktu akan meniggalkan Makkah.
7).Menjauhkan
diri dari segala larangan atau yang diharamkan.
E.
Beberapa sunat Haji
1). Ifrad
Cara mengerjakan haji dan
umrah ada tiga macam:
a.
ifrad, yaitu
mengerjakan satu-satu dan mendahulukan haji dari pada umrah.
b.
Tamattu’, yaitu
mendahulukan umrah dari pada haji dalam waktu haji.
c.
Qiran, yaitu
dikerjakan bersama-sama antara haji dan umrah.
2). membaca Talbiyah
3). Berdo’a sesudah membaca
Talbiyah
4). Zikir
sewaktu thawaf
5). Shalat
dua Raka’at sesudah thawaf
6). Masuk ke
ka’bah
F. Beberapa larangan Haji
1). Memakai
pakaian yang berjahit bagi laki-laki
2). Menutup
kepala bagi laki-laki
3). Menutup
muka dan dua telapak tangan bagi wanita
4). Memakai
harum-haruman
5). Menghilangkan
rambut atau bulu badan yang lain
6). Memotong
kuku
7). Mengadakan
pernikahan
8). Bersetubuh
dan pendahuluannya
9). Berburu
dan membunuh binatang daratan yang liar dan halal dimakan
G. Miqat-miqat Hajji
Miqat adalah apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh syari'at untuk suatu ibadah baik tempat atau waktu.
Miqat adalah apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh syari'at untuk suatu ibadah baik tempat atau waktu.
Dan haji memiliki dua Miqat yaitu Miqat
zamani dan makani. Adapun Miqat zamani dimulai dari malam pertama bulan syawal
menurut kosensus para ulama, akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang
kapan berakhirnya bulan haji. Perbedaan ini terbagi menjadi tiga pendapat yang
masyhur yaitu:
a. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 10 hari dari Dzul Hijjah dan ini merupakan pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, dan Ibnu Zubair dan ini yang dipilih oleh madzhab Hambali
b. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 9 hari dari Dzul Hijjah dan ini yang dipilih madzhab Syafi'i.
c. Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah ini yang dipilih madzhab malikiyah
a. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 10 hari dari Dzul Hijjah dan ini merupakan pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, dan Ibnu Zubair dan ini yang dipilih oleh madzhab Hambali
b. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 9 hari dari Dzul Hijjah dan ini yang dipilih madzhab Syafi'i.
c. Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah ini yang dipilih madzhab malikiyah
Adapun Miqat
makani, maka berbeda-beda tempatnya disesuaikan dengan negeri dan kota yang
akan menjadi tempat awal para haji untuk melakukan ibadah hajinya.
Hal ini telah dijelaskan oleh
Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu.
وَقَّتَ رَسُوْلُ اللهِ لأَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ وَلأِهْلِ النَّجْدِ القَرْنَ وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ قَالََ هُنَّ لَهُنَّ لِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ مِمَّنْ كَانَ يُرِيْدُ اْلحَجَّ وَ الْعُمْرَةَ فَمَنْ كَانَ دُوْنَهُنَّ مَهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَلِكَ أَهْلُ مَكَةََََ يُهِلُّوْنَ مِنْهَا
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menentukan Miqat bagi ahli Madinah Dzul Hulaifah [7] dan bagi ahli Syam Al-Juhfah dan bagi ahli Najd Qarn dan bagi ahli Yamam Yalamlam lalu bersabda: "mereka (Miqat-Miqat) tersebut adalah untuk mereka dan untuk orang-orang yang mendatangi mereka selain penduduknya bagi orang yang ingin haji dan umrah. Dan orang yang bertempat tinggal sebelum Miqat-Miqat tersebut, maka tempat mereka dari ahlinya, dan demikian pula dari penduduk Makkah berhaji (ihlal) dari tempatnya Makkah." [HR Bukhari, Muslim,AbuDawud,Nasa'i
Hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas menerangkan bahwa:
a. Miqat ahli Madinah adalah Dzul Hulaifah.
b. Miqat ahli Syam adalah al-Juhfah
a. Miqat ahli Madinah adalah Dzul Hulaifah.
b. Miqat ahli Syam adalah al-Juhfah
c. Miqat ahli Najd adalah Qarnul Manazil atau Qarnul Tsa'alib,
d. Miqat ahli iraq yaitu dzatu ’irq
d. Miqat ahli iraq yaitu dzatu ’irq
1. Pendapat pertama menyatakan bahwa nabi Muhammad saw yang menetapkannya
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu yang menetapkannya.
Sebagaimana dalam shahih Bukhari ketika penduduk Bashrah
dan Kufah mengadu kepada Umar tentang jauhnya mereka dari Qarnul Manazil,
Sehingga umar r.a
berkata
"Lihatlah tempat yang sejajar dengannya (Qarnul Manazil) dari jalan kalian." Lalu Umar menetapkan Dzatul 'Irq" [HR Bukhary]
"Lihatlah tempat yang sejajar dengannya (Qarnul Manazil) dari jalan kalian." Lalu Umar menetapkan Dzatul 'Irq" [HR Bukhary]
Dan ini adalah
pendapat Imam Syafi'i.
Yang rajih bahwa Miqat tersebut telah ditetapkan oleh Nabi saw dan penetapan Umar tersebut bersesuian dengan apa yang telah ditetapkan Nabi saw,
Yang rajih bahwa Miqat tersebut telah ditetapkan oleh Nabi saw dan penetapan Umar tersebut bersesuian dengan apa yang telah ditetapkan Nabi saw,
Dan ini adalah
pendapatnya Ibnu Qudamah.
H.Jenis-jenis manasik haji
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu
1). Ifrad
Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
a. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap diMakkah sampai haji.
b. Berumroh sebelum bulan-bulan haji,kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
a. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap diMakkah sampai haji.
b. Berumroh sebelum bulan-bulan haji,kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
2).Tamatu'
Tamatu' adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena i tu setelah thawaf dan sya'i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram haji.
Tamatu' adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena i tu setelah thawaf dan sya'i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram haji.
3).Qiran
Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:
a. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan,
b. Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf.
c. Berihram untuk haji kemudian memasukkan umrah atasnya.
Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:
a. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan,
b. Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf.
c. Berihram untuk haji kemudian memasukkan umrah atasnya.
Tentang kebolehan hal ini para ulama ada dua pendapat:
1. Boleh
1. Boleh
Hal ini disandakan pada hadits
yang diriwayatkan oleh Aisyah ra
2.Tidak boleh
Ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali.
Berkata Syaikhul Islam : Dan seandainya dia
berihram dengan haji kemudian memasukkan
umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menurut pendapat yang rojih dan sebaliknya
dengan kesepakatan para ulama.
Kemudian berselisih para ulama dari ketiga macam/jenis manasik ini dan dapat kita simpulkan menjadi tiga pendapat:
1. Tamattu' lebih utama dan ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ibnu
Abbas, Ibnu Zubair, 'Aisyah, Alhasan, 'Atha', Thawus, Mujahid, Jabir bin
Zaid, Al-Qarim, Saalim, Ikrimah, Ahmad bin Hanbal, dan madzhab ahli zhahir
serta merupakan pendapat yang masyhur dari madzhab hanbali dan satu dari dua
pendapat Imam Syafi'i.
2. Qiran lebih utama dan ini merupakan pendapat madzhab
Hanafi dan Tsaury
3. Ifrad lebih utama dan ini merupakan pendapat Imam Malik dan yang terkenal
dari Madzhab Syafi'i serta pendapat Umar, Utsman, Ibnu Umar, Jabir dan
'Aisyah;.
BAB VI
JINAYAT
A. Definisi Jinayat
Kata “jinayat”, menurut bahasa Arab,
adalah bentuk jamak dari kata “jinayah”, yang berasal dari “jana dzanba,
yajnihi jinayatan” (جَنَى الذَنْبَ – يَجْنِيْهِ جِنَايَةً), yang
berarti melakukan dosa.
Sekalipun merupakan isim mashdar (kata
dasar), tetapi kata “jinayat” dipakai dalam bentuk jamak, karena ia mencakup
banyak jenis perbuatan dosa, karena ia kadang mengenai jiwa dan anggota badan,
secara disengaja ataupun tidak. Kata ini juga berarti menganiaya badan, harta,
atau kehormatan.
Adapun menurut istilah syariat, jinayat
(tindak pidana) artinya menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi
hukuman qisas, atau membayar diyat atau kafarah.
Yang dimaksud dengan jinayat meliputi
beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai, memotong anggota, menghilangkan
manfaat badan seperti menghilangkan salah satu pancaindra.
Membunuh orang adalah sebesar-besar dosa
selain dari ingkar. Maka oleh karena kejinya perbuatan itu, juga untuk menjaga
keselamatan dan ketentraman umum, allah yang maha adil dan maha mengetahui
memberikan balasan yang layak dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukum
berat di dunia, atau dimasukkan ke dalam neraka nanti di akhirat.
Firman Allah swt:
” Barang siapa membunuh orang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam, kekal didalamnya, Allah murka
kepadanya, serta dikutuki-Nya, dan disediakannya siksa yang berat. (An-Nisa:
93).
Bagi yang
membunuh tergantung tiga macam hak, yaitu:
1).Hak Allah
2).Hak ahli waris
3).Hak yang dibunuh
Apabila ia tobat dan menyerahkan diri kepada ahli waris
(keluarga yang dibunuh), dia terlepas dari hak Allah dan hak waris, baik mereka
melakukan kisas atau mereka ampuni, ampun dengan membayar diyat (denda)atau
tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh, nanti akan diganti oleh Allah di
akhirat dengan kebaikan.
B. cara pembunuhan
1. Disengaja betul-betul,
Yaitu dilakukan oleh yang
membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya
dapat membunuh orang.
Hukum
ini wajib di kisas, berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan
oleh ahli yang terbunuh dengan membayar diyat atau dimaafkan sama sekali.
2. ketaksengajaan semata-mata,
Yaitu, tidak disengajanya seperti
dia melontar suatu barang dengan tidak disangka kena seseorang sampai dia mati,
atau dia terjatuh menimpa seseorang yang lain sehingga orang yang ditimpanya
itu mati.
Hukum pembunuhan yang tak sengaja ini tidak wajib di
kisas, hanya wajib membayar denda yang enteng. Denda ini diwajibkan atas
keluarga yang membunuh, bukan atas yang membunuh. Mereka membayarnya dengan
diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib
membayar sepertiganya.
3. seperti sengaja,
Yaitu disengajanya untuk memukul
orang ini tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak untuk membunuh orang)
seperti dengan cemeti, kemudian orang itu matidengan cemeti itu. Ini tidak juga
wajib kisas, hanya diwajibkan membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga
yang membunuh, dan diangsur dalam tiga tahun.
C. Klasifikasi
Jinayat (Tindak Pidana)
Jinayat
(tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
1. Jinayat terhadap jiwa
(jinayat an-nafsi). Yaitu, jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa
(pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
Pertama, pembunuhan dengan sengaja
(al-‘amd), Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukalaf secara
sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara
dan alat yang biasanya dapat membunuh.
Kedua, pembunuhan
yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi). Ini tidak termasuk sengaja
dan tidak juga karena keliru (al-khatha’), tapi pertengahan di antara keduanya.
Seandainya kita melihat kepada
niat kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia termasuk dalam pembunuhan dengan
sengaja. Namun, bila kita melihat jenis perbuatannya tersebut yaitu tidak
membunuh, maka kita memasukkannya ke dalam pembunuhan karena keliru
(al-khatha’). Oleh karenanya, para ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan
di antara keduanya, dan menamakannya syibhu al-‘amdi.
Adapun yang dimaksud syibhu
al-’amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukalaf bermaksud
membunuh orang yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya
tidak membunuh.
Ketiga,
pembunuhan karena keliru (al-khatha’), yaitu seorang mukalaf melakukan
perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya,
namun ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Ketiga jenis
ini didasarkan kepada penjelasan al-Quran dan as-sunnah. Dalam al-Quran
dijelaskan dua jenis pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak sengaja
(keliru)
Sedangkan
satunya lagi, yaitu pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu
al-’amdi), dalil tentangnya diambil dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
2. Jinayat kepada badan
selain jiwa (jinayat duna an-nafsi/al-athraf) adalah penganiayaan yang tidak
sampai menghilangkan nyawa. Jinayat seperti ini terbagi juga menjadi tiga:
1. Luka-luka.
2. Lenyapnya kegunaan anggota tubuh
3. Hilangnya anggota tubuh
D. Syarat-syarat wajib kisas
1). Keadaan yang membunuh sudah bakigh dan berakal.
2). Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh.
3). Keadaan yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari
yang membunuh.
4). Keadaan yang terbunuh adalah orang yang terpelihara
darahnya, dengan islam atau dengan perjanjian.
E. Diyat (denda)
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang
tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukm bunuh.
Diyat terdiri dari dua macam, yaitu diyat berat dan diyat ringan.
1. diyat berat, yaitu: 100 ekor unta, dengan ketentuan
- 30 ekor unta betina umur 3 tahun masuk 4 tahun
- 30 ekor unta betina umur 4 tahun masuk 5 tahun
- 40 ekor unta betina yang sudah bunting.
Diwajibkan denda berat karena:
a.sebagai ganti hukum bunuh (kisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang
benar-benar disengaja. Ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh sendiri.
b. sebab pembunuhan ”seperti sengaja” wajib dibayar oleh keluarganya,
diangsur dalam tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.
2. Denda Enteng, yaitu 100 ekor unta, dengan ketentuan:
- 20 ekor unta betina umur 1 tahun masuk 2 tahun
- 20 ekor unta betina umur 2 tahun masuk 3 tahun
- 20 ekor unta jantan umur 2 tahun masuk 3 tahun
- 20 ekor unta betina umur 3 tahun masuk 4 tahun
- 20 ekor unta betina umur 4 tahun masuk 5 tahun
Beratnya denda dipandang dari tiga aspek, yaitu:
1. jumlah denda dibagi tiga dan tingkat umurnya lebih besar.
2. Denda diwajibkan atas yang membunuh sendiri
3. Denda wajib tunai
Entengnya denda dipandang dari tiga aspek, yaitu:
1. Jumlah denda dibagi lima
2. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
3. Diberi janji dalam tiga tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Abyan. 2004. Fiqih. Semarang: Toha Putra.
Rahman, Mat Saad Abdur. 1989. Undang-undang Jinayah
Islam. Selangor: Al-Rahmaniah.
Rasyid, Sulaiman. 1992. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru.
Syalthut, Mahmud. 1972. Fatwa-fatwa. Jakarta: Bulan
Bintang.
Syalthut, Mahmud. 2007. Fiqih Tujuh Madzhab. Bandung:
Pustaka Setia.
bagaiana pendapat saudara akan air keringat yg kluar dari tubuh manusia najis atau tidak
BalasHapus