Materi PAI


BAB I
THAHARAH

A. Pengertian Thaharah
Thaharah dalam hukum Islam, artinya bersuci dari sesuatu yang kotor, baik yang itu bersifat hissiy (dapat dirasakan oleh indera) maupun maknawi (tidak dapat sirasakan dengan indera).
Adapun pengertian thaharah menurut para imam mujtahid adalah sebagai berikut:
  1. Al-Hanafiyyah
Thaharah artinya bersih dari hadas atau najis. Pengertian bersih itu mencakup yang diusahakan seseorang ataupun tidak, seperti najis yang dapat hilang karena adanya air jatuh padanya. Adapun pengertian hadas meliputi hadas kecil, yaitu sesuatu yang menghilangkan wudhu, misalnya karena kentut atau yang lain, dan juga hadas besar, yakni janabah yang mewajibkan mandi.
Adapun hadas itu memiliki batasan, yakni sesuatu sifat yang menurut penilaian syara’ berada pada bagian anggota badan atau seluruhnya. Sifat itu dapat dihilangkan dengan thaharah.
  1. Al- Malikiyyah
Thaharah adalah suatu sifat itu menurut pandangan syara’ membolehkan orang mempunyai sifat itu mengerjakan shalat dengn pakaian yang dikenakannya di tempat yang ia inginkan untuk mengerjakan shalat itu. Adapun pengertian sifat hukmiyyah (syara’) dalah suatu sifat  i’tibariyyah atau maknawiyyah yang oleh syar’i (Allah) dijadikan syarat sahnya shalat. Dari sinilah dapat diambil pengertiannya bahwa thaharah merupakan suatu hal yang bersifat bathiny, yang lebih bersifat perkiraan bukan sesuatu yang dapat dirasakan oleh indera (hissiy).
  1. Al-Malikiyyah
Thaharah menurut syara’ memiliki dua pengertian sebagai berikut.
a)      Suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan shalat, seperti wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis. Atau perbuatan seperti (serupa) dengannya, seperti tayammum dan mandi yang disunatkan atau diatas wudhu (wudhu pada saat masih memiliki wudhu) dengan  pengertian bahwa mengalirkan air pada muka dan anggota wudhu lain dengan niat wudhu juga dinamakan thaharah.
b)      Hilangnya hadas, najis, ataupun yang semisalnya, seperti tayammum dan mandi sunat. Dengan demikian, thaharah adalah suatu sifat maknawi yang diakibatkan okeh suatu perbuatan.
  1. Al-Hanabillah
Thaharah menutut syara’, adalah hilangnya hadas dan semisalnya, serta hilangnya najis atau hukum hadas itu sendiri. Adapun hilangnya hadas berarti hilangnya sifat yang menghalangi shalat dan yang searti dengannya. Karena hadas merupakan ibarat dari sifat yang menurut hukum berada diseluruh atau sebagian anggota badan, thaharah dari hadas berarti hilangnya sifat tersebut. (Mahmud Syalthut, 2007: 31-34)

B. Macam-Macam Air
            Ditinjau dari segi hukumnya, air terbagi menjadi empat macam:
  1. Air mutlak (suci mensucikan)
Yang dimaksud dengan air mutlak ialah air yang masih asli belum bercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis. Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan. Yang termasuk jenis air mutlak ini yaitu air hujan, air laut, dan macam air linnya yang sudah disebutkan sebelumnya.

Allah SWT berfirman:
ãAÍit\ãƒur Nä3øn=tæ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB Nä.tÎdgsÜãÏj9 ¾ÏmÎ/
Artinya:
 “ Dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepada kamu untuk menyucikan kamu dengan air hujan itu.”
  1. Air makruh atau air musyammas.
Yang dimaksud dengan air makruh ialah air yang dipanaskan pada terik matahari dalam tempat logam yang dibuat dari seng atau besi, tembaga, baja, aluminium, yang masing-masing benda logam itu berkarat.  Air musyammas seperti ini hukumnya makruh. Air ini suci dn menyucikan tetapi makruh dipakai karma dikhawatirkan menimbulkan suatu penyakit. Adapun air dalam logam yang tidak berkarat dan dipanaskan pada terik matahari tidak termasuk air musyammas.
  1. Air musta’mal.
Yang dimaksud dengan air musta’mal ialah bahwa air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada tiga macam air yang termasuk jenis ini yaitu:
a)    Air suci yang bercampur benda suci lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya, warnanya, rasanya, dan baunya. Contoh: air kopi, air teh dan lain-lain.
b)    Air suci yang sedikit yang kurang dari dua kullah dan sudah dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya, atau air yang cukup dua kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci dan telah berubah sifatnya.
c)    Air buah-buahan atau air yang ada di dalam pohon misalnya pohon bambu dan lain-lainya.



  1. Air mutanajjis atau air bernajis.
Yang dimaksud air mutanajjis ialah air yang tadinya suci kurang dari dua kullah tetapi terkena najis dan telah berunah salah satu sifatnya (warnanya, baunya, atau rasanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah depergunakan untuk wudhu’, mandi atau menyucikan benda yang terkena najis.

C. Wudhu’
            Kata wudhu’ berasal dari bahasa Arab wudhu’an yang artinya menurut bahasa bersih atau indah. Wudhu’ menurut pengertian istilah syari’at Islam ialah membersihkan anggota wudhu’ dengan air yang suci menyucikan berdasarkan syarat dan rukun tertentu utnuk menghilangkan hadats kecil. (Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, 2004: 10-28).
            Para imam mujtahid bersepakat bahwa membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki adalah fardhu yang wajib dilakukan dalam wudhu’ namun, mereka berbeda pendapat dalam hal lainnya, yaitu:
  1. Batasan yang difardhhukan dalam hal mengusap kepala.
  2. Hal-hal lainnya empat diluar empat kefardhuan yang telah disebutkan di atas.
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa yang difardhukan mengusap kepala, yaitu seluruh kepala.
Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa yang difardhukan sebagian kepala saja walaupun sehelai rambut. Adapula sebagian ulama yang berpendapat tidak kurang dari tiga helai rambut.
Adapun Ulama Hanafiyah memiliki dua pendapat, yaitu:
1)    Mutaakhirin berpendapat bahwa yang difardhukan ialah sperempat kepala.
2)    Mutaqoddimin berpendapat bahwa yang difardhukan ialah sebatas tiga jari.
Sementara itu, ulama Hanabillah pun mempunyai dua pendapat, yaitu:
v  Inilah pendapat yang paling kuat, yaitu sama dengan pendapat ulama Malikiyyah bahwa yang difardhukan ialah seluruh kepala.
v  Bahwa yang difardhukan hanyalah sampai ubun-ubun saja.
(………………..)
a.    Syarat-Syarat Wudhu’.
1)    Islam.
Orang yang tidak beragama Islam tidak sah mengerjakan wudhu’.
2)    Tamyiz.
Orang yang mengerjakan wudhu’ harus yang sudah mumayyiz, artinya orang itu sudah dapat menbedakan antara yang baik dan yang buruk dari segala perbuatan manusia.
3)    Dengan menggunakan air mutlak (suci menyucikan).
4)    Tidak ada yang menghalangi sampainya air wudhu’ pada anggota wudhu’. Misalnya: cat, getah dan sebagainya.
5)    Tidak dalam keadaan haid dan nifas.

b.    Rukun wudhu’.
1)    Niat berwudhu’ ketika membasuh muka.
Niatnya adalah sengaja menghilangkan hadats kecil karena Allah SWT.
2)    Membasuh muka, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dengan dagu dan mulai dari telinga kanan sampai telinga kiri.
3)    Membasuh kedua belah tangan sampai kedua siku.
4)    Mengusap sebagian rambut kepala.
5)    Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
6)    Tertib, artinya berurutan sesuai dengan aturan yaitu mulai dari membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, mengusap sebagian rambut kepala, dan membasuh kaki sampai mata kaki.

c.    Sunah-sunah wudhu.
1)    Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan sambil membaca basmalah.
2)    Membersihkan sela-sela jari kedua tangan.
3)    Menggosok gigi dan berkumur-kumur.
4)    Istinsyaq dan Istinsya (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali).
5)    Menyela-nyela jenggot yang tebal tebal sampai merata dan bersih.
6)    Membasahi rambut kepala sampai merata.
7)    Memasukkan telunjuk kanan ke telinga kanan dan telunjuk tangan kiri ke telinga kiri dengan dua buah ibu jari.
8)    Membersihkan sela-sela jari kaki kanan dan kiri memakai tangan kiri sampai bersih.
9)    Mendahulukan anggota wudhu’ yang kanan dari yang kiri.
10) Membasuh setiap anggota wudhu’ masing-masing tiga kali.
11) Memelihara agar percikan air wudhu’ tidak terkena dengan anggota wudhu’ yang lain.
12) Tidak berbicara ketika wudhu’ kecuali jika sangat penting.
13) Tidak meminta tolong kepada orang lain dalam melaksanakan wudhu’.
14) Menghadapkiblat ketika wudhu’.

d.    Hal-hal yang membatalkkan wudhu’.
1)    Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
2)    Hilang akal disebabkan karena gila, ayan, mabuk atau tidur nyenyak yang pantatnya tidak menetap pada tempat tidur.
3)    Bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa penghalang.
4)    Menyentuh kemaluan (qubul) dengan telapak tangan atau jari tanpa penghalang.

D. Mandi.
            Mandi berasal dari bahasa Arab yaitu “ursala” yang dalam bahasa Indonesia berarti membasuh badan. Pengertian mandi menurut istilah syara’ ialah meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai keujung jari-jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau sebagai mandi sunnah.
a.    Macam-Macam Mandi.
Di dalam syariat Islam dikenal macam-macam mandi yaitu mandi wajib dan mandi sunah. Mandi wajib ialah salah satu cara bersuci dengan mengalirkan air keseluruh tubuh dengan niat menghilangkan hadats besar.
         Sedangkan mandi sunah ialah mandi yang dikerjakan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mengakibatkan dosa. Yang di maksud mandi sunah ialah:
1)    Mandi pada hari jum’at.
2)    Mandi dua hari Raya (hari raya Idul Fitri dan Idul Adha).
3)    Mandi setelah memandikan jenazah.
4)    Mandi seseorang yang baru masuk islam.
5)    Mandi orang yang baru saja semnbuh dari sakit gila.
6)    Mandi ketika akan mengerjakan ihram.
7)    Mandi ketika akan wukuf di padang Arafah.

b.    Syarat mandi.
1)    Islam.
Orang yang tidak beragama Islam tidak sah mengerjakan mandi.
2)    Tamyiz.
Orang yang mengerjakan mandi harus yang sudah mumayyiz, artinya orang itu sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dari segala perbuatan manusia.
3)    Dengan menggunakan air mutlak (suci menyucikan).
4)    Tidak ada yang menghalangi sampainya air pada anggota mandi. Misalnya: cat, getah dan sebagainya.
5)    Tidak dalam keadaan haid dan nifas.

c.    Rukun mandi.
1)    Niat, maksudnya ialah sengaja menghilangkan hadats besar atau mandi sunah yang lain.
2)    Menghilangkan hadats yang ada pada badan.
3)    Meratakan air ke seluruh anggota badan, mulai dari rambut sampai ujung jari-jari kaki.

d.    Sunnah-sunah mandi.
1)    Membaca basmalah ketika mulai mandi.
2)    Berwudhu’ sebelum memulai mandi.
3)    Manyegerakan mandi, maksudnya begitu selesai haid atau nifas seseorang harus langsung mandi.
4)    Menggosok seluruh badan dengan tangan.
5)    Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.
6)    Menyela jari-jari kedua tangan dan jari kaki.

e.    Hal-Hal yang mewajibkan mandi
1)    Hubungan kelamin baik keluar mani atau tidak.
2)    Keluar mani baik dalam keadaan sadar atau karena mimpi.
3)    Meninggal. Jika ada orang Islam yang meninggal maka orang Islam yang masih hidup wajib memandikannya.
4)    Haidh atau menstruasi.
5)    Nifas, yaitu darah yang keluar dari rahinm wanita setelah ia melahirkan bayi.
6)    Wiladah atau melahirkan.

E. Tayammum.
            Kata tayammum berasal dari bahasa Arab “tayammum” artinya menurut bahasa menyengaja atau menuju. Adapun menurut istilah syara’ tayammum ialah mengusapkan tanah yang suci pada muka dan kedua tangan sebagai pengganti wudhu’ atau mandi dengan beberapa syarat dan rukun tertentu.
Allah SWT berfirman dalam Alqur’an surah An-Nisa’ : 43
4 bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ
Artinya:” Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”

[
a.    Alat untuk bertayammum.
Alat yang digunakan untuk tayammum ialah debu atau tanah yang suci.
b.    Syarat-syarat dan rukun tayammum.
1)    Syarat tayammum
Ø  Sudah masuk waktu shalat.
Ø  Telah berusaha mencari air tetapi tidak mendapatkannya.
Ø  Ada Udzur, misalnya sakit, berpergian dan sebagainya.
Ø  Dengan debu atau tanah yang suci.
2)    Rukun tayammum.
Ø  Niat, maksudnya ialah sengaja melakukan tayammum untuk menghilangkan hadats.
Ø  Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu ke muka.
Ø  Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu pada kedua tangan sampai siku dan sebagian ulama berpendapat sampai pergelangan tangan.
Ø  Tertib, artinya berutan sesuai dengan rukun tayammum.
c.    Sebab-sebab tayammum.
Ø  Orang yang sedang sakit, apabila terkena air akan bertambah parah penyakitnya.
Ø  Dalam perjalanan (musafir) dan sangat sulit mendapatkan air.
Ø  Karena tidak ada air.
d.    Sunah tayammum.
Ø  Membaca basmalah.
Ø  Menghembus tanah dari dua telapak tangan, agar tanah di atas tangan menjadi tipis.
Ø  Membaca do’a setelah selesai tayammum. Do’anya seperti do’a setelah wudhu’.
(………………)


BAB II
SHALAT

A.  Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa artinya do’a sedangkan pengertian menurut istilah syariat Islam ialah suatu amal ibadah yang terdiri dari perkataan perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hajj : 77
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ) ÇÐÐÈ  
. Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.


B. Syarat-Syarat Wajib Shalat
1)    Islam, artinya orang yang tidak beragama Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
2)    Baligh, yaitu sudah dewasa dengan tanda-tandanya sebagai berikut:
1)    Telah berumur 15 tahun.
2)    Telah bermimpi dan keluar mani.
3)    Telah haid bagi perempuan, kira-kira umur 9 tahun.
3)    Berakal, artinya orang yang tidak berakal seperti orang gila, pingsan, sedang tidur dan anak-anak yang masih kecil belum wajib mengerjakan shalat.
4)    Suci dari haid dan nifats,
5)    Sampai dakwah Islam kepadanya.

C. Syarat Sah Shalat.
6)    Suci badanya dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
7)    Suci badan, pakaian dan tempat shalaat dari najis.
8)    Menutup aurat. Aurat laki-laki ialah antara pusat samoai dengan lutut, dan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
9)    Telah masuk waktu shalat, artinya shalat tidak sah apabila dikerjakan sebelum masuk waktu shalat atau telah habis waktunya.
10) Menghadap kiblat, artinya pada waktu orang sedang shalat dalam keadaan posisi berdiri atau duduk ia harus menghadap ka’bah yang berada di masjidil haram, Mekkah Al-Mukarramah. (Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, 2004, hal: 56-59).

D.    Rukun-rukun shalat.
1)    Niat. Menurut arti bahasa adalah ketetapan hati, sedangkan menurut istilah syara’ niat berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu untuk melakukan pekerjaan.
2)    Takhbiratul ikhram, maksudnya ialah membaca lafadz allahu akbar artinya Allah Maha Besar.
3)    Membaca surat Al-Fatihah. Membaca surat Al-Fatihah adalah fardhu bagi mushalli selain makmum, dalam tiap raka’at, baik shalat fardu maupun sunnah, membaca surat Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do’a iftitah pada raka’at pertama dan raka’at berikutnya secara sempurna. Jika orang yang shalat itu menjadi makmum, ketika imam sedang membaca surat Al-Fatihah makmum tidak boleh membaca surat apapun dan ia harus mendengarkan bacaan surat Al-Fatihah yang dibacakan oleh imam.
4)    Ruku’. Dengan tuma’ninah maksudnya ialah membungkukkan badan sehingga punggung menjadi sama rata dengan leher, dengan kedua tangannya memegang lutut dalam keadaan jari terkembang dengan tenang.
5)    I’Tidal. Maksudnya ialah bangun dari ruku’ dan tegak lurus dengan tenang.
6)    Sujud. Sujud dua kali dengan tuma’ninah maksudnya ialah meletakkan kedua lutut, dan kedua telapak tangan, kening dan hidung ke atas sajadah.
7)    Duduk diantara dua sujud ialah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dngan tenang.
8)    Duduk yang terakhir. Maksudnya ialah duduk untuk tasyahud akhir pada raka’at terakhir setelah bangun dari sujud yang terakhir.
9)    Membaca tasyahud atau tahiyad terakhir pada waktu duduk akhir.
10)     Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
11) Mengucap salam yang pertama, waktunya ialah pada saat duduk tasyahud akhirsetelah membaca tasyahud, membaca shalawat atas nabi dan doa-doa yang lain baru membaca salam.
12) Terib. Maksudnya ialah dalam melaksanakan ibadah shalat ini harus berurutan dari rukun yang pertama sampai dengan rukun yang terakhir.

a. Macam-Macam Shalat Wajib.
Shalat wajib atau di sebut juga shalat fardhu merupakan shalat yang harus dikerjakan oleh kum muslimin. Bila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Yang termasuk shalat wajib yaitu shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa :103.
#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
s Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


b.    Waktu shalat wajib.
1)    Shalat dzuhur (4 raka’at), waktunya ialah mulai matahari condong kearah barat dan berakhir sampai bayang- bayang suatu benda sama panjang dengan benda itu.
2)    Shalat Ashar (4 raka’at), waktunya mulai bayang-bayang sepanjang bendanya dan berakhir sampai matahari terbenam.
3)    Shalat maghrib (3 raka’at), waktu nya dari terbenam matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya mega kemerah-merahan.
4)    Shalat isya’ (4 raka’at), waktunya mulai hilangnya cahaya mega kemerah-merahan dan berakhir sampai terbir fajar siddiq.
5)    Shalat subuh (2 raka’at), waktunya ialah mulai dari terbit fajar siddiq berakhir dampai terbit matahari.

c.    Tata cara shalat wajib
1)    Niat adalah ketetapan hati, sedangkan menurut istilah syara’ niat berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu untuk melakukan pekerjaan.
2)    Takbiratulikhram ialah membaca lafadz allahu akbar artinya Allah Maha Besar.
3)    Membaca surat Al-Fatihah. Membaca surat Al-Fatihah adalah fardhu i mushalli selain makmum, dalam tiap raka’at, baik shalat fardu maupun sunnah, membaca surat Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do’a iftitah pada raka’at pertama dan raka’at berikutnya secara sempurna. Jika orang yang shalat itu menjadi makmum, ketika imam sedang membaca surat Al-Fatihah makmum tidak boleh membaca surat apapun dan ia harus mendengarkan bacaan surat Al-Fatihah yang dibacakan oleh imam.
4)    Ruku’. Dengan tuma’ninah maksudnya ialah membungkukkan badan sehingga punggung menjadi sama rata dengan leher, dengan kedua tangannya memegang lutut dalam keadaan jari terkembang dengan tenang.
5)    I’Tidal. Maksudnya ialah bangun dari ruku’ dan tegak lurus dengan tenang.
6)    Sujud. Sujud dua kali dengan tuma’ninah maksudnya ialah meletakkan kedua lutut, dan kedua telapak tangan, kening dan hidung ke atas sajadah.
7)    Duduk diantara dua sujud ialah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dngan tenang.
8)    Duduk yang terakhir. Maksudnya ialah duduk untuk tasyahud akhir pada raka’at terakhir setelah bangun dari sujud yang terakhir.
9)    Membaca tasyahud atau tahiyad terakhir pada waktu duduk akhir.
10) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
11) Mengucap salam yang pertama, waktunya ialah pada saat duduk tasyahud akhirsetelah membaca tasyahud, membaca shalawat atas nabi dan doa-doa yang lain baru membaca salam.
12) Terib. Maksudnya ialah dalam melaksanakan ibadah shalat ini harus berurutan dari rukun yang pertama sampai dengan rukun yang terakhir.

2.    shalat jamaah
a.    pengertian shalat jamaah
            kata-kata jamaah artinya berkumpul jadi pengertian shalat jamaah menurut bahasa artinya shalat yang dikerjakan bersama-sama atau lebih dari satu orang.menurut syara” ialah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih,salah seorang diantaranya bertindak sebagai imam(pemimpin yang harus diikuti)sedangkan yang lainnya disebut makmum yang harus mengikuti imam.
b.Syarat-Syarat menjadi imam
1)    Laki-laki, perempuan dan banci tidak boleh menjadi imam.
2)    Perwempuan tidak boleh menjadi imam
3)    Orang dewasa menjadi makmum kepada anak-anak yang sudah mumayyiz(hampir dewasa)
4)    Hamba sahaya boleh makmum kepada orang yang merdeka atau sebaliknya.
5)    Laki-laki tidak bolleh makmum kepada perempuan.

c.Syarat-syarat menjadi makmum.
1)    Makmum hendaklah berniat mengikuti imam,adapun imam tidak disyariatkan berniat menjadi imam tetapi hanya sunah agar tidak mendapatkan pahala berjamaah.
2)    Makmum harus menikuti segala gerakan imam dan tidak boleh mendahului imam.
3)    Makmum mengetahui gerak-gerik imam(perbuatan imam) imam baik diketahui dengan melihat imam sendiri atau melihat makmum yang mengikuti imam atau mendegarkan  suara imam.
4)    Imam dan makmum ada dalam satu tempat.
5)    Tempat berdiri makmum harus berdiri di belakang imam.
6)    Imam daan makmum hendaklah sama aturan sembahyangnya.

d.Bacaan makmum dalam shalat berjamaah
para ulama telah ijma’(bersepakat) bahwa imam tidaklah menanggung bacaan makmum dalam shalat fardhu, kecuali bacaan fatihah.adapun mengenai bacaan fatihah, dalam hal ini ulama berpendapat.
Para ulama hanafiyyah,berpendapat bahwa kewajiban membaca fatihah adlah gugur bagi makmum, baik shlalat yang bacaannya sir maupun jahar, apabila seseorang makmum membacanya juga, hukumnya adalah makruh.
Ulama syafi’iyyah, berpendapat bahwamakmum di wajibkan membaca fatihah,baik shalat sirriyah maupun jahar semantara itu ulama malikiyyah dan ulama hanaballiah berpendapat bahwa membaca fatihah itu tidak wajib atas mutlaq.
Hanya saja ulama malikiyyah yang mengatakan bahwa makmum disunahkan membacanya  pada shalat sirriyah walaupun imam membacanya pada shalat  jahriyah,walaupun dia tidak dapat mendengar suara imam.
Kesimpulannya:
a)    Ulama hanafiyyah melarang makmum membaca fatihah secara mutlaq
b)    Ulama syafi’iyyah mewajibkan secara mutlaq
c)    Ulama malikiyyah tidak mewajibkan dan tidak mrlarang.hanya pada shalat sir di sunatkan membacanya.
d)    Ulama hanabillah tidak mewajibkan dan tidak melarang pada saat tidak mendegar imam bacaan imam, maka sunat membacanya sir ataupun karena jauhnya.

7.Shalat jama’
   Pengertian shalat jama’ menurut bahasa ialah shalat yang dikumpulkan.sedangkan menurut istilah syara’ islam ialah dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu karena ada sebab-sebab tertentu.
a)    Shalat yang boleh di jama’
Shalat yang boleh dijama’ ialah shalat dzuhur,dan shalat ashar, shalat ashar atau shalat maghrib’ atau shalat dan shalat isya’ tidak boleh shalat ashar dijama’ debgan shalat maghrib atau shalat isya’ dengan shalat subuh.

b) syarat shalat jama’
1)    Dalam perjalanan(musafir) perjalanan yang dibolehkan seseorang menjama’shalat ialah perjalanan yang tidak terlarang seperti perjalanan untuk maksiat.
2) Perjalanan itu berjarak jauh sejauh 80,64 km atau perjalanan yang memakan waktu lebih dari sehari semalam.
3) Shalat yang boleh di jama’ adalah shalat ada’ atau shalat jama’ bukan shalat qadhah.
4) Niat shalat jama’shalat pada waktu takbiratul ihram.

c) Jama’ taqdim dan jama takhir
1) mazhab hanafiyyah
Menurut mazhab hanafiyyah,tidak boleh mengerjakan jama’ antara dua macam shalat dalam satu waktu,baik dalam keadaan berpergian maupun di rumah dengan udzhur apa pun juga.
                  Di perbolehkan menjama’ shalat dzuhur dan ashar pada waktu dzuhur(jama’ taqdim)
Dengan empat syarat
a)    Dilakukan pada saat wukuf di arafah.
b)    Yang melakukan jama’ shalat tersebut sedang mengerjakan ihram atau haji.
c)    Mengerjakannya di belakang imam kaum muslimin atau wakilnya.
Di perbolehkan menjama’ shalat maghrib dan isya’ pada waktu isya’(jama’ takhir)
a)    Dikerjakan di muzdalifah.
b)    Hendaknya orang yang mengerjakan shalat jama’ sedang berikhram haji.
Setiap dua macam shalat yang di jama’ trsebut(jama’ taqdim dan jama’takhir) tidak perlu adzan, kecuali satu kali, meskipun shalat itu tetap meerlukan iqamat secara khusus.
2)    Madzhab maliki
Menurut madzhab maliki sebab –sebab menjama’shalat sebagai berikut:
a)    Berpergian secara mutlaq,baik safar yang di perbolehkan qashar ataupun tidak. Akan tetapi,disyaratkan safar yang boleh dan tidak di makruhkan.apabila ia berniat untuk berhenti sebelum matahari menguning,hendaklah ia melaksanakan shalat dzuhur sebelum ia melakukan perjalanan,serta mengakhiri shalat ashar ketika ia berhenti.yang demikian ini hukumnya wajib.sebab ia merhenti dengan waktu terpilih.jadi,tidak ada penyebab untuk mendahulukannya (untuk menjama’ taqdim).
b)    Sakit. Barang siapa yang sakit sehinggah ia tidak mampu mengerjakaan setiap shalat atau wudu’, ia boleh menjama’ antara shalat dzuhur dan shalat ashar serta antara shalat maghrib dan shalat isya’.
c)    Berada di arafah (orang sedang wukuf) baik ia berkedudukan sebagai penduduknya maupun bukan’
d)    Berada di muzdalifah.disunahkan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji setelah bertolak dari arafah untuk mengakhiri shalat maghrib sehinggah ia tiba di muzdalifah.
3)    mazhab Asy-syafi’i
Di bolehkan menjama’ antara maghrib dan isya’ secara jama’ taqdim maupun jama’ takhir bagi orang yang melakukan safar sejauh jarak yang diperbolehkan menjama’ secara taqdim saja sebab turun hujan.
Dalam melaksanakan jama’ taqdim disyaratkan enam macam syarat, yaitu:
1)    Tertib, yaitu mendahulukan shalat yang berada pada waktunya.misalnya,ia berada pada waktu dzuhur,dan ia berkehendak melakukan jama’taqsdim dengan shalat ashar, maka wajib ia memulainya dengan shalat dzuhur bukan sebaliknya.
2)    Niat menjama’dalam shalat pertama, misalnya ia berniat dalam hatinya untuk mengerjakan shalat ashar setelah selesai menunaikan shalaat dzuhur.niat disyaratkan pada shalat yang pertama, meskipun diniatkan bersamaan dengan waktu salam.
3)    Berturut-turut antara dua macam shalat, yaitu sekiranya tidak dipisah antara keduanya dengan suatu perbuatan yang cukup untuk menunaikan shalat dua rakaat yang ringan. Tetapi ia boleh memisahkan keduanya dengan adzan,iqamah,dan bersuci.
4)    Waktu shalat pertama masih memungkinkan terselenggaranya shalat yang kedua.
5)    Masih tetap berlangsungnya safar sampai ia memulai dalam shalat kedua dengan takbiratulikhram.



4) mazhab hambali
            Di perbolehkan mengerjakan shalat jama’ antar shalat dzuhur dan shalat ashar, maupun shalat maghrib dan shalat isya’baik secara jama’ taqdim ataupun jama’ta’khir.akan tetapi, meninggalkan menjama’adalah yang lebih utama.
Sunah hukumnya menjama’ taqdim antara shalat dzuhur dan shalat ashar di arafah serta menjama’takhir antara shalat  maghrib dan isya’ di muzdalifah.akan tetapi,kebolehan menjama’ini adalah bagi orang musafir yang dibolehkan mengqashar shalat,atau orang sakit yang mengalami kesulitan jika meninggalkan jama’atau wanita yang sudah menyusui atau mustahadhah.orang seperti ini di perbolehkan menjama’untuk menghindari bersuci pada setiap shalat.

8. Shalat dalam keadaan sakit
      Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu selama akalnya atau ingatannya masih normal.cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut.jika ia tidak mampu shalat berdiri,maka ia boleh shalat dengan duduk.jika ia tidak mampu dengan duduk, maka boleh shalat dengan berbaring kesebelah kanan dengan menghadap kiblat.jika ia tidak mampu berbaring boleh shalat dengan terlentang.
1) Tata cara shalat dalam keadaan sakit
a)    Cara shalat dengan duduk
Orang yang shalat dengan duduk, maka duduknya adalah duduk dengan iftirasy (seperti ketika duduk tasyahud awal).sedangkan niatnya,takbiratul ikhram,bacaan doa iftitah,membaca fatihah,bacaan ayat(sutar) sama dengan shalat sambil berdiri.untuk ruku’nya cukup dengan membungkukkan badan sekedarnya.i’tidalnya tentu dengan duduk, kemudian sujud biasa, duduk diantara dua sujud sama, dan duduk tasyahud akhir tentunya dengan duduk tawrruk.setelah itu tasyahud dan bacaan salamnya juga sama dengan shalat biasa.
b)    Cara shalat dengan berbaring
Jika seseorang mengerjakan shalat dengan berbaring,maka ia berbaring ke sebelah kanan dengan menghadap kiblat.Bagi kita bangsa Indonesia yang berada di sebelah timur ka’bah maka kepala kita berada di sebelah selatan.semua bacaan shalat dengan berbaring sama dengan bacaan shalat sambil berdiri.hanya saja gerakan-gerakan separti ruku’,I’tidal,sujud,bangun dan seterusnya cukup memberikan isyarat,atau dengan kedipan mata.
c) Shalat dengan terlentang
jika seseorang mengerjakan shalat dengan terlentang,maka kedua kakinya  dihadapkan kea rah kiblat dan jika mungkin kepalanya di beri bantal, maka mukanya dapat menghadap kiblat.dengan demikian posisi tidurnya,bagian kepala di sebelah timur dan kaki di sebelah barat.bacaan shalat sama dengan shalat shalat sambil berbaring(tiduran miring) jika seseorang mengerjakan shalat dengan terlentang sudah tidak mampu lagi untuk memberikan isyarat,maka baginya tidak wajib melakukan apapun.

9. Shalat jum’at
a)  pengertian shalat jum’at
Shalat jum’at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan sesudah khutbah waktu dzuhur pada hari jum’at hokum melaksanakannya adalah fardhu ain’,bagi setiap muslim laki-laki dewasa,merdeka dan penduduk tetap(mukmin) bukan musafir,firman Allah dalam surat Al –jumu’ah:
b) Syarat wajib shalat jum’at
            orang yang wajib megerjakan shalat jum’at adalah orang yamg memenuhi syarat-syarat sebagaiberikut:
1)    Islam.
2)    Baligh atau dewasa.
3)    Berakal.
4)    Sehat (bagi orang yang sakit/berhalangan tidak wajib shalat jum’at)
5)    Laki-laki.
6)    Merdeka.(bukan hamba sahaya)
7)    Penduduk tetap(mukmin)artinya bukan musafir.

c)    Syarat sah mendirikan shalat jum’at.
1)    Shalat jum’at diadakan dalam satu tempat(tempat tinggal)baik di kota maupun didesa.tidak sah mendirikan shalat jum’at di tempat yang tidak merupakan daerah tempat tinggal separti ladang atau jauh dari perkampungan penduduk
2)    Shalat jum’at diadakan secara berjama’ah.jumlah jama’ah mernurut pendapat sebagian para ulama 40 orang laki-laki dewasa dari penduduk di daerah itu.sebagian ulama berpendapat cukup 2 orang saja,karena sudah bearti berjama’ah
3)    Hendaklah dikerjkan pada waktu dzuhur.
4)    Hendaklah dilaksanakan setelah khutbah.

d)    Syarat dan rukun shalat jum’at
1)     Khutbah dilaksanakan pada waktu dzuhur.
2)    Khutbah dilaksanakan dengan berdiri kecuali jika tidak mampu.
3)                                Khatib harus duduk diantara dua khutbah.
4)                                Khatib harus suci dari hadats dan najis.
5)                                Khatib harus menutup aurat.
6)    Suara khatib harus keras sedemikian rupa sehinggah dapat didengar oleh jama’ah.
7)                                Tertib.
e)    Rukun khutbah
1)                            Mengucapkan pujian kepada Allah yaitu ucapan Alhamdulillah.
2)                            Mengucapkan dua kalimat syahadat.
3)                            Membaca shalawat nabi.
4)    Berwasiat atau member nasehat kepada jama’ah agar bertaqwah kepada Allah dan memberikan pelajaran yang lain seperti keimanan,akhlaq,hokum dan masalah-masalah lain yang bermanfaat bagi jama’ah
5)    Membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada salah satu dua khutbah,boleh di baca pada khutbah pertama dan kedua.
6)    Berdo’a pada khutbah untuk kaum muslimin dan mukmin laki-laki baik yang masih hidup atau pun yang sudah meninggal dunia.
f)     Amalan yang dilakukan sebelum shalat jum’at
1)                            Mandi.
2)    Memotong kuku dan merapikan kumis.
3)    Memakai pakaian yang rapid an bersih (warna putih lebih utama)
4)                            Memakai harum-haruman.
5)                            Membaca doa ketika keluar rumah untuk menuju ke masjid
6)    Segera menuju ke masjid dengan berjalan kaki perlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
7)                            Melaksanakan shalat sunah tahiyatul masjid.
8)    Setelah melaksanakan shalat tahiyatul masjid disunahkan I’tikaf sambil membaca dzikir atau shalawat atau membaca Al-Qur’an jika khatib belum naik mimbar.

10.Shalat jenazah
a)      Pengertian shalat jenazah
            Shalat jenazah menurut bahasa ialah shalat yang dilaksanakan untuk mendo’akan jenazah.sedangkan pengertaian shalat jenazah menurut istilah syari’at islam adalah shalat yang dilakukan dengan 4 kali takbir untuk mendo’akan jenazah dengan beberapa ketentuan/syarat rukun tertentu.jenazah yang di shalat kan sudah dimandikan,dan sudah dikafani.
b)      Hukum shalat jenazah
            Hukum shalat jenazah ialah fardhu kifayah yaitu kewajiban yang di tujukan kepada orang banyak dan apabila sebagian di antara mereka ada yang melaksanakannya maka yang lainnya di bebas kan dari kewajiban.tetapi apabila tidak ada yang melaksanakan kewajiban itu semuanya jadi berdosa.
c)      Syarat-syareat shalat jum’at
1)    Menutup aurat,suci dari hadats besar dan hadats kecil,bersih badan,pakaian,dan tempat dari najis serta menghadap kiblat .hal ini sama dengan shalat biasa
2)    Jenazah telah dimandikan dan dikafani.
3)    Letak jenazah di sebelah kiblat orang yang menshalatkanya kecuali shalat jenazah di atas kuburan atau shalat ghaib.
d)     Rukun shalat jenazah
1)    Niat.
2)    Berdiri bagi yang mampu.
3)    Takbir 4 kali
4)    Membaca surat Al-fatihah.
5)    Membaca shalawat atas nabi.
6)    Mendoakan jenazah.
7)    Memberi salam.
e)      Sunah shalat jenazah
1)    Mengangkat kedua tangan pada tiap-tiap takbir(empat kali)
2)    Merendahkan suara bacaan(israr)
3)    Membaca ta’awwudz
4)    Disunahkan banyak pengikutnya.
5)    Memperbanyak shaf.

11.  Shalat sunah
a) pengertian shalat sunah
Yang dimaksud dengan shalat sunah ialah semua shalat selain shalat fardhu lima waktu,shalat jum’at,dan shalat jenazah,dan apabila dikerjakan hukumnya sunah.yang dimaksud dengan amalan yang hukumnya sunah ialah suatu amalan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan apabila ditinggalkan yang meninggalkannya tidak berdosa.
Shalat sunah ini banyak macamnya antara lain sebagai berikut:
1)    Shalat sunah rawatib
Shalat sunah rawatib adalah shalat sunah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan sebelum shalat fardhu ataupun dikerjakan sesudah shalat fardhu.shalat rawatib yang dikerjakan sebelum shalat fardhu di sebut qabliyah,dan yang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut ba’diyah.
2)    Macam-macam shalat rawatib
Shalat rawatib ada dua macam,yaitu:
a)    Shalat sunah rawatib mu’akkad.
Yang termasuk shalat sunnah rawatib muakad ialah :
1.    Dua rakaat sebelum shalat dzuhur.
2.    Dua rakaat sesudah shalat dzuhur.
3.    Dua rakaat sesudah shalat maghrib.
4.    Dua rakaat sesudah shalat isya’.
5.    Dua rakaat sebelum shalat subuh.
b)    Shalat sunnah rawatib yang tidak muakad:
1.    Dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur. Jadi shalat sunnah rawatib untuk shalat dzuhur ada delapan rakaat, yaitu empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakkaat sesudahnya. Dua rakaat seelum dzuhur yang pertama ini termasuk muakad sedangkan dua rakaat sebelum dzuhur yang kedua termasuk bukan muakad. Demikian juga shalat rawatib sesudah shalat dzuhur.
2.    Empat rakaat sebelum shalat ashar.
3.    Dua rakaat sebelum maghrib.
4.    Dua rakaat sebelum isya’.
3)    Keutamaan shalat rawatib.
a)    Keutamaan shalat sunah sebelum subuh.
b)    Keutamaan shalat dzuhur, baik qobliyah maupun ba’diyah dan keutamaan shalat sunnah rawatib sesudah maghrib dan sesudah isya’.

12.Shalat sunah malam.
a)    Pengertian shalat sunah malam.
Shalat sunah malam ialah shalat yang dikerjakan pada malam hari setelah shalat isya’ sampai terlihat fajar. Hukum shalat sunah malam ialah sunah muakad.
b)    Jenis-jenis shalat sunah malam.
Yang temasuk dalam kelompok shalat sunah malam ialah shalat witir, shalat tahajjud, dan shalat tarawih.
1.    Shalat witir.
Shalat witir adalah shalat sunah yang dilaksanakan pada malam hari, dengan jumlah bilangan rakaat ganjil. Paling sedikit satu rakaat dan paling banyak 11 rakaat. Cara melaksanakannya boleh memberi salam pada tiap-tiap rakaat dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat. Jika dilaksanakan tiga rakaat maka tidak usah membaca tashyahud awal agar tiudak serupa dengan shalat maghrib. Waktunya sesudah melaksanankan shalat isya’ hingga terbit fajar seyogyanya shalat sunah witir ini sebagai penutup dari seluruh shalat pada malam hari.
2.            Shalat tahajjud.
Shalat tahajjud adalah shalat sunah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling baik ialah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya sepertiga malam yang terakhir. Jumlah bilangan rakaatnya paing sedikit dua rakaat, paling banyak tidak terbatas. Sebagaimana  firman Allah SWT. Q.S Al- Isra:79.
z
z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7tƒ y7/u $YB$s)tB #YŠqßJøt¤C ÇÐÒÈ  
 dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.


3.    Shalat tarawih.
a.    Pengertian dan keutamaan shalat tarawih.
Tarawih ialah shalat sunah yang dikerjakan pada malam hari pada bulan ramadhan. Hukumnya sunah muakad baik bagi laki-laki maupun perempuan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ smampai terbit fajar (waktu shalat subuh).
b.    Bilangan rakaat shalat rawatib.
Bilangan rakaat shalat tarawih menurut mazhab Imam Hanafi, Syafi’I, dan Hambali adalah 20 rakaat, sedangkan menurut mazhab Maliki 36 rakaat, karena beliau waktu itu melihat penduduk madinah melakukan shalat tarawih 36 rakaat. Yang berpendapat bahwa bilangan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan yang dilaksanakan oleh khalifah Umar bin Khattab dalam rangka mensyariatkan malam Ramadhan, dilakukan dua rakaat secara berjamaah.
4.    Shalat id
a. Pengertian Shalat id
                                          Shalat id ialh shalat sunah yang dilaksanakan pada hari Raya. Shalat id ada dua macam:
Ø  Shalat id yang dilaksanakan pada hari Raya Idul Fitri tanggal 1 syawal.
Ø  Shalat id yang dilaksanakan pada hari Raya Idul Adha tanggal 10 dzulhijah sehingga dinamakan pula shalat Idain. Shalat ini hukumnya sunah muakad dan berlaku untuk laki-laki dan perempuan.
b.    Waktu pelaksanaan shalat id.
                                          Waktu pelaksanaan shalat id ialah mulai terbit matahari sampai tergelincir matahari tetapi jika diketahui hari Lebaran itu setelah tergelincir matahari maka shalat id dilaksanakan pada waktu itu juga asal masih sempat pada waktu lebaran yaitu sempat pada 1 syawal untuk shalat Idul Fitri dan 10 dzulhijah untuk shalat Idul Adha.
c.    Tata cara shalat id.
         Tata cara shalat id yaitu seperti shalat biasa dua rakaat, baik gerakan maupun bacaan nya, hanya saja ada takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan takbir lima kali pada rakaat kedua.
d.    Hal-hal yang disunahkan sebelum shalat id.
1)    Membaca takbir, waktunya untuk idul fitri mulai terbenam matahari malam tanggal 1 syawal sampai dengan dimulai shalat Idul Fitri sedangkan untuk Idul Adha mulai waktu subuh pada hari Arafah sampai dengan waktu Ashar pada akhir hari tasryik (kira-kira lima hari).
2)    Mandi, berhias memakai pakaian yang paing bagus dan memakai wangi-wangian.
3)    Makan sebelum shalat Idul Fitri sedangkan Idul Adha makan sesudah shalat id.
4)    Berangkat menuju ketempat shalat id dan pulangnya melalui jalan yang berbeda.
e.    Hal-hal yang disunahkan pada waktu shalat id.
1)    Dilaksanakan dengan berjamah.
2)    Takbir tujuh kali setelah membaca doa iftitah sebelum membaca surat Al-Fatihah pada rakaat yang pertama.Pada rakaat kedua lima kali takbir ebelum membaca surat Al-Fatihah selain dari takbir pada waktu berdiri.
3)    Mengangkat tangan setiap kali takbir.
4)    Membaca tasbih diantarabeberapa takbir.
5)    Membaca surat Al-A’la sesudah membaca surat Al-Fatihah pada rakaat pertama dan surat ghasiyah pada rakaat kedua atau surat Qhaff.
6)    Khutbah dua kali sesudah shalat.

5.    Shalat dhuha.
a.    Pengertian shalat dhuha.
      Shalat dhuha ialah shalat sunah yang dikerjakan pada waktu dhuha yaitu kletika matahari setinggi tombak pada pagi hari kira-kira pukul 08:00 atau pukul 09:00 WIB sampai tergelincir. Hukum shalat duhhuha adalah sunah. Lebih dianjurkan shalat dhuha dikerjakan ketika matahari sudah terasa menyengat mendekati tergelincir matahari.
b.    Rakaat shalat dhuha.
      Shalat dhuha dikerjakan paling sedikit dua rakaat paling banyak 12 rakaat.
c.Tata cara shalat dhuha.
      Tata cara shalat dhuha sama dengan tata cara shalat sunah lainnya. Jika shalat dhuha dikerjakan sebanyak dua rakaat maka dianjurkan uuntuk rakaat pertama setelah membaca surat Al-Fatihah membaca surat Ad-Dhuha. Jika kedua surat itu belum hafal, maka nmengrjakan shalat dhuha boleh dibaca surat atau ayat-ayat apa saja.

6.    Shalat tahiyyatul masjid.
a.    Pengertian shalat tahiyyatul masjid.
Shalat tahiyyatul masjid adalah shalat dua rakaat yang dikerjakan ketika masuk masjid sebelum duduk. Shalat ini dimaksudkan untuk menghormati masjid.
b.    Tata cara shalat tahiyyatul masjid.
Cara mengerjakan shalat tahiyyatul nasjid seperti shalat biasa, baik gerakan maupun bacaan.
c.  Pengertian I’tikaf.
                                    I’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri. Sedangkan menurut istilah syara’ berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang sunah dikerakan setiap waktu. Hukum I’tkaf itu sunnah, terlebih lagi sesudah tanggal 20 ramadhan sampai akhirnya.
d.  Cara- cara I’tikaf.
1)    Niat beri’tikaf karena Allah. Kalau mengerjakan I’tikaf yang dinadzarkan, maka wajib berniat fardhu agar berbeda dengan sunah.
2)    Berhenti didalam masjid sekurang-kurangnya sekedar yang dinamakan berhenti, dengan memperbanyak dzikir, tafakkur, membaca do’a dan diutamakan Al-Qur’an.
3)    Menghindarkan diri dari segala perbuatan yag tidak berguna



BAB III
ZAKAT


A. Pengertian Zakat
                        Menurut istilah agama islam zakat artinya kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.
B. Hukum Zakat
Zakat adalah salah satu rukun islam yang lima, fardhu ’ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.
Firman Allah swt:


    ”Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat hartamu”. (An-nisa : 77)

C.   macam – macam zakat:
·         zakat harta
·         zakat ternak
·         zakat hasil bumi
·         zakat barang dagangan
·         zakat fitrah

D. Benda-benda yang wajib dizakati
     a). Binatang ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing)
      syarat  wajib zakat atas pemilik binatang tersebut adalah:
  • Islam
  • Merdeka
  • Milik yang sempurna
  • Cukup satu nisab
  • Sampai satu tahun
  • Digembalakan di rumput yang mubah

b). Emas dan Perak
            syarat wajib zakat atas pemilik emas dan perak adalah:
  • Islam
  • Merdeka
  • Milik yang sempurna
  • Sampai satu nisab
  • Sampai satu tahun disimpan

 Allah swt berfirman




      ”orang-orang yang menyimpan ( tidak mengeluarkan zakat ) emas dan perak, dan tidak dibelanjakannya pada jalan allah, ingatkanlah mereka dengan siksaan yang pedih”. (At-Taubah:34)

c). Biji makanan yang mengenyangkan
Biji makanan yang mengenyangkan yang wajib di zakati antara lain:
  • Beras
  • Jagung
  • Gandum
  • ’adas
Firman Allah


”keluarkanlah zakat biji makanan itu pada hari memotongnya.” (Al-An’am)
Syarat wajib zakat atas pemilik biji makanan tersebut:
  • Islam
  • Merdeka
  • Milik yang sempurna
  • Sampai nisabnya
  • Biji makanan itu ditanam oleh manusia
  • Biji makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan lama.

d). buah-buahan
Buah-buahan yang wajib di zakati hanya kurma dan anggur, buah-buahan yang lain tidak wajib di zakati. Firman Allah





” Rasulullah saw telah menyuruh supaya menaksir buah anggur itu berapa banyak buahnya, seperti menaksir buah kurma, dan beliau menyuruh jjga supaya memungut zakat anggur sesudah kering, seperti mengambil zakat buah kurma, juga sesudah kering.” (HR. Tirmidzi dan dikatakan hadis Hasan)
Syarat wajib zakat atas pemilik buah-buahan:
·         Islam
·         Merdeka
·         Milik yang sempurna
·         Nisab

e). Harta perniagaan
Wajib zakat pada harta perniagaan dengan syarat-syarat yang tersebut pada zakat emas dan perak.
Sabda Rasulullah saw:



” kain-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya ”. (Riwayat Hakim)

Tahun perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir tahun perniagaan dihitunglah harta perniagaan itu, apabila cukup satu nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Nisab harta perniagaan adalah adalah menurut pokoknya. Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas, begitu juga dengan perak. Harta perniagaan hendaklah dihitung dengan harta pokok (emas dan perak), juga zakatnya sebanyak zakat emas atau perak, yaitu 1/40 = 2,5 %.

E. Nisab dan zakat satu persatunya
1. Nisab dan zakat Unta
Nisab
Zakatnya


Bilangan dan jenis zakat
Umurnya
5 – 9
1 ekor kambing 
1 ekor domba
2 tahun lebih 
1 tahun lebih
10 – 14
2 ekor kambing 
2 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
15 – 19
3 ekor kambing
 3 ekor domba
2 tahun lebih 
1 tahun lebih
20 – 24
4 ekor kambing 
4 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
25 – 35
1 ekor anak unta
1 tahun lebih
36 – 45
1 ekor anak unta
2 tahun lebih
46 – 60
1 ekor anak unta
3 tahun lebih
61 – 75
1 ekor anak unta
4 tahun lebih
76 – 90
2 ekor anak unta
2 tahun lebih
91 – 120
2 ekor anak unta
3 tahun lebih
121
3 ekor anak unta
2 tahun lebih
 


2. Nisab dan Zakat sapi dan kerbau
Nisab
Zakatnya


Bilangan dan jenis zakat
Umurnya
30 - 39
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
2 tahun lebih
40 - 59
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
2 tahun lebih
60 – 69
2 ekor anak sapi atau seekor kerbau
1 tahun lebih
70 - ....
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau dan 1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
2 tahun lebih

3. Nisab dan zakat kambing
Nisab
Zakatnya


Bilangan dan jenis zakat
umurnya
40 – 120
1 ekor kambing betina atau 1 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
120 – 200
2 ekor kambing betina atau 2 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
201 – 399
3 ekor kambing betina atau 3 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
400 - ....
4 ekor kambing betina atau 4 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih

4. Nisab emas – perak dan zakatnya
Emas – perak wajib dizakati apabila yang bersihnya cukup satu nisab.
·         Nisab emas 20 mitsqal ( = £ 12 ⅛ ), berat timbangannya 93,6 gram; zakatnya 1/40 (2 ½ % = ½ mitsqal = £ 0,303 )
·         Nisab perak 200 dirham (624 gram), timbangan perak bersih dengan uang belanda = ƒ 86,66; zakatnya (2 ½ ) = 5 dirham (15,6 gram) = ƒ 2,17.
5. Nisab biji dan buah-buahan
            Nisab biji makanan yang mengenyangkan dan buah-buahan 300 sha’ (lebih kurang 930 liter) bersih dari kulitnya.
1 wasaq = 60 sha’
5 wasaq = 5 x 60 sha’ = 300 sha’
1 sha’ = 3,1 liter
Jadi, 300 x 3,1 = 930 liter ( satu nisab )
Zakatnya, kalau diairi dengan air sungai atau air hujan 1/10 (10%). Tetapi kalau disiram dengan air yang memakai biaya, zakatnya 1/20 (5%)

F. Jenis-jenis zakat
a). Zakat piutang
Orang yang mempunyai piutang banyaknya sampai satu nisab dan masanya telah sampai satu tahun serta mencukupi syarat-syarat  yang mewajibkan zakat juga keadaan piutang itu telah tetap, baik piutang itu dari jenis emas atau perak maupun harta perniagaan, piutang yang seperti itu wajib dizakati dan wajib mengeluarkan zakatnya bila mungkin membayarnya.

b). zakat rikaz (harta terpendam)
Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah. Apabila kita mendapat emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah itu, wajib kita keluarkan zakat 1/5 (20%).
Sabda Rasulullah saw :




Dari Abu Hurairah: ” telah berkata Rasulullah saw : zakat rikaz seperlima.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun,tetapi apabila didapat, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat harta tambang emas dan perak.
Adapun nisabnya, setengah ulama berpendapat : disyaratkan sampai satu nisab. Pendapat ini menurut madzhab imam Syafi’i. Pendapat yang lain seperti pendapat imam Maliki, imam Abu Hanifah dan imam ahmad dan pengikut-pengikut mereka : bahwa nisab itu tidak menjadi syarat.

c). Zakat Fitrah
1. Syarat-syarat wajib zakat fitrah:
·         Islam
o   Ada sebelum terbenam matahari hari penghabisan bulan ramadhan.
o   Mempunyai kelebihan harta dari pada keperluan makanan untuk dirinya sendiri, dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya dan siang  harinya.
2. Waktu dan hukum membayar fitrah pada waktu itu.
a.       waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal ramadhan sampai hari penghabisan ramadhan.
b.      waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan ramadhan.
c.       waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh sebelum pergi shalat hari raya.
d.      waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya.
e.       waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya.



G. Orang orang yang berhak menerima zakat
Penjelasan menurut pendapat yang empat
1. mazhab hanafi
  • Fakir, yaitu orang yang mempunyai harta kurang dari satu nisab
atau mempunyai satu nisab atau lebih tetapi habis untuk keperluannya.
  • Miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai sesuatu pun.
  • ’Amil, yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
  • Muallaf, yaitu mereka tidak diberi zakat lagi sejak masa khalifah pertama.
  • Hamba, yaitu hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lain.
  • Berutang, yaitu orang yang mempunyai hutang, sedangkan hitungan hartanya di luar hutang tidak cukup satu nisab, dia di beri zakat untuk membayar hutangnya.
  • Jalan allah, yaitu balatentara yang berperang pada jalan allah.
  • Musafir, yaitu orang yang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya, orang ini diberi sekedar hajatnya.

2. mazhab Maliki
  • Fakir, yaitu orang yang mempunyai harta sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun. Orang yang mencukupi dari penghasilan yang tertentu tidak diberi zakat. Orang yang punya penghasilan tidak mencukupi, diberi sekedar mencukupi.
  • Miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai sesuatupun.
  • ’amil, yaitu pengurus zakat, pencatat, pembagi, penasihat, dan sebagainya, yang bekerja untuk kepentingan zakat.
Syarat menjadi ’amil adalah adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat.
·         Mu’alaf, yaitu sebagian mengatakan : orang kafir yang ada harapan untuk masuk ke agama islam, sebagian yang lain mengatakan: orang yang baru memeluk agama islam.
·         Hamba, yaitu hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan.
·         Berutang, yaitu orang yang berutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya, dibayar hutangnya dengan zakat kalau dia berutang bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
·         Jalan allah, yaitu balatentara dan mata-mata. Juga harus untuk membeli senjata, kuda, atau untuk keperluan peperangan yang lain pada jalan allah.
·         Musafir, yaitu orang yang dalam perjalanan, sedangkan ia hajt pada sokongan untuk ongkos pulang ke negerinya, dengan syarat keadaan perjalanannya bukan maksiat.

3. mazhab hambali
  • Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
  • Miskin, yaitu yang mempinyai harta seperdua tetapi keprluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.
  • ’Amil, yaitu pengurus zakat, dia diberi zakat sekedar u[ah pekerjaannya.
  • Muallaf, yaitu orang yang berpengaruh di sekelilingnya sedangkan ada harapan dia masuk islam, ditakuti kejahatannya, oranng islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh, atau ada harapan  orang lain akan masuk islam karena pengaruhnya.
  • Hamba, yaitu hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya boleh menebus dirinya, dengan uang yang telah ditentukan.
  • Berutang,  orang yang berutang terdiri dari dua macan
a.    orang yang berutang untuk medamaikan orang lain yang berselisih
b.    orang yang berutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia zudah taubat.

  • Jalan allah, yaitu balatentara yang tidak dapat gaji dari pimpinam
  • Musafir, yaitu orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.


4. mazhab Syafi’i
  • Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.
  • Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua  kecukupannya atau lebih tetapi tidak sampai mencukupi.
  • ’Amil, yaitu semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangakan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.
  • Mu’allaf          : muallaf terdiri dari
1.      orang yang baru masuk islam , sedangkan imamnya belm teguh,
2.      orang islam yang berpngaruh dalam kaumnya, dan di berpengharapan kalau dia diberi zakat, orang lain dari kaumnya akan masuk  islam.
3.      orang islam yang berpengaruh terhadap kafir kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah pengaruhnya.
4.      orang yang menolak kejahatan orang yang  anti zakat.
  • Hamba, yaitu hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya, hamba itu diberi zakat sekedar untuk menebus dirinya.
  • Berutang       : orang yang berutang terdiri dari 3 macam, yaitu:
1.    orang yang berutang karena mendamaikan dua orang yang sedang berselisih.
2.    orang yang berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah atau yang tidak mubah, tetapi dia sudah tobat.
3.    orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijaminnya itu tidak dapat membayar hutang.

  • Jalan Allah, yaitu balatentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri, sedangkan dia tidak mendapat gaji yang tertentu dan tidak pula mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan peperangan dalam dewan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun dia kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan peperangan.

Demikianlah ulama fiqh menafsirkan ”sabilillah”.
Kata ibnu Atsir, makna sabilillah adalah semua amal kebaikan yang dimaksudkan berhampir diri kepada allah swt, bukan tertentu pada peperangan, dan bukan pula lebih jelas maknanya terhadap peperangan.

  • Musafir, yaitu orang yang mengadakan perjalanan dari negri zakat atau melalui negri zakat. Dalam perjalanannya itu dia diberi zakat untuk sekedar ongkos sampai pada yang dimaksudnya, atau sampai pada hartanya dengan syarat bahwa dia memang dia membutuhkan bantuan. Perjalanannya itu pun bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.

H. Orang yang tidak berhak menerima zakat
      1. orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan.
            Sabda Rasulullah saw



”tidak halal bagi orang kaya dan oranng yang mempunyai kekuatan tenaga mengambil sedekah (zakat)” (riwayat lima orang ahli hadits, selain nasai dan ibnu majah)

2.hamba sahaya, karena mereka mendapat nafkah dari tuan mereka.
3. turunan Rasulullah saw.
            Sabda Rsulullah saw :





”dari abu Hurairah, katanya: pada suatu hari Hasan bin Ali telah mengambil sebuah kurma dari kurni zakat, lantas dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah saw bersabda ( keoada cucu beliau) : ” jijik, jijik, buanglah kurma itu! Tidak tahukah kamu bahwa kita (turunan muhammad) tidak boleh mengambil sedekah ( zakat). ( riwayat Muslim)

4. orang dalam tanggungan yang berzakat,
5. orang yang tidak beragama islam.




I. Hikmah zakat
1.    menolong orang yang lemah dan orang yang susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat).
2.    membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan.
3.    sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya.
4.    menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah.
5.    mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta mencintai antara si miskin dengan si kaya,  rapatnya hubungan tersebut akan membuahkan beberapa kebaikan dan kemajuan, serta berfaedah bagi kedua golongan dan masyarakat umum.



BAB IV
PUASA

A. Pengertian Puasa
      Menurut bahasa arab puasa berasal dari kata  shaumu yang artinya adalah menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya.

      Menurut istilah agama, puasa berarti menahan diri dari sesuatu yang membukakan, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.

Firman Allah swt :




” makanlah dan minumlah kamu, hingga waktu kelihatan benang yang putih dan benang yang hitam, yaitu fajar.” ( al-Baqarah: 187)

B. Macam-macam puasa
  1. puasa wajib, yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nadzar.
  2. puasa sunat
  3. puasa makruh
  4. puasa haram, yaitu puasa pada hari raya idul fitri, hari raya haji, dan tiga hari sesudah hari raya haji, tanggal 11-13 dzulhijah.

Puasa ramadhan diwajibkan atas tiap-tiap orang mukallaf dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. dengan melihat bulan bagi yang melihatnya.
  2. dengan mencukupkan bulan sya’ban tiga puluh hari.
  3. dengan adanya melihat (Ru’yat) yang dipersaksikan oleh seseorang yang adil di muka hakim.



”bahwasanya ibnu umar telah melihat bulan, maka diberitahukannya hal itu kepada Rasulullah saw. Berpuasa, dan beliau menyuruh orang banyak agar berpuasa pula.” (Riwayat Abu daud).


  1. dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka akan dapat sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.
  2. percaya kepada orang yang melihat.
  3. tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar untuk memberitahukan kepada orang banyak, seperti lampu, meriam, dan sebagainya.
  4. dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).
Sabda Rasulullah saw



” Dari ibnu umar dari rasulullah saw, sabdanya: ” apabila kamu melihat bulan ( di bulan ramadhan), hendaklah kamu berpuasa, dan apabila kamu melihat bulan ( di bulan syawal), hendaklah kamu berbuka. Maka jika tertutup antara kamu dan tempat terbit bulan, hendaklah kam kira kirakan bulan itu.” (riwayat Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majjah)


Pendapat-pendapat tentang melihat bulan
  1. tidaklah wajib puasa atas penduduk negri yang tidak melihatnya, berarti melihat bulan di negri lain tidak mewajibkan puasa atas penduduk negri yang tidak melihatnya.
  2. wajib puasa atas penduduk negri yang tidak melihat itu apabila melihat bulan ditetapkan oleh imam, sebab imam berhak terhadap semua negri yang diperintahnya.
  3. hanya wajib puasa atas penduduk negri-negri yang berdekatan dengan negri-negri yang melihat tetapi terhadap penduduk negri yang jauh dari negri tempat melihatnya, tidak wajib puasa.
Ukuran jauh dekat ada beberapa pendapat:
    1. jauh ialah sama dengan perjalanan qashar
    2. perbedaan hawa, panas atau dinginnya negri itu dibandingkan dengan negri lain.
    3. Perbedaan mathali’ (terbit matahari). Pendapat inilah yang lebih dekat pada pengertian ilmiyah.
  1. wajib puasa atas penduduk negri yang pada adatnya kemungkinan melihat sama dengan negri yang melihat itu apabila tidak ada yang mengalanginya.
  2. tidaklah wajib apabila negri itu berbeda tinggi atau rendahnya dengan negri tempat melihat bulan.  

C. Syarat wajib puasa
  1. berakal, orang yang gila tidak wajib berpuasa.
  2. baligh, (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain.
  3. kuat puasa, orang yang tidak kuat karena sudah tua atau sakit, tidak wajib berpuasa.

D. Syarat sah puasa
  1. islam, orang yang bukan islam tidak sah puasa.
  2. mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
  3. suci dari darah haidh (kotoran) dan nifas (darah beranak). Kedua nya ini tidak sah berpuasa tetapi wajib mengqadha puasa yang tertinggal itu sekupnya.
  4. dalam waktu yang diperbolehkan berpuasa padanya.

E. Rukun puasa
  1. niat pada malamnya. Tiap malam-malam selama bulan ramadhan yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya.
Kecuali puasa sunat, boleh niat siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat)
  1. menahan dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

F. Yang membatalkan puasa
  1. makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa adalah apabila dengan sengaja, kalau tidak sengaja seperti lupa, tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah saw



”barang siapa lupa bahwa ia puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah disempurnakan puasannya, sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum. (HR. Bukhari dan Muslim).

Memasukkan sesuatu ke dalam lubang badan yang biasa seperti lubang telinga, lubang hidung, dan sebagainya. Sebagian ulama berpendapat sama dengan makan dan minum, artinya membatalkan puasa. Ulama lain berpendapat hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum.

  1. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.
  2. bersetubuh.
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh sewaktu siang hari di bulan ramadhan, sedang ia wajib puasa, wajiblah atasnya membayar kafarat, kafarat ini ada tiga tingkat, yaitu:
    1. memerdekakan hamba
    2. (kalau tidak sanggup memerdekakan hamba) puasa dua bulan berturut-turut.
    3. (kalau tidak kuat puasa) bersedekah dengan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin, tiap orang ¾ liter.
  1. keluar darah haidh atau nifas.
  2. Gila, jika gila itu datang waktu siang hari, batallah puasa.
  3. keluar mani dengan sengaja.
Keluar mani sebab mimpi, mengkhayal, dan sebagainya tidak membatalkan puasa.

G. Boleh berbuka
Orang-orang yang yang diperbolehkan berbuka pada bulan Ramadhan dan kewajiban satu persatunya adalah sebagai berikut:
1.     orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa. Diwajibkan atasnya mengqadha apabila ia sudah sembuh, sedangkan waktunya sehabis bulan puasa nanti.
2.     orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka tetapi wajib mengqadha.
3.     Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya, atau memang lemah kejadiannya, bukan karena tua maka ia boleh berbuka. Dan wajib atasnya membayar fidyah tiap hari ¾ liter beras atau yang sejenisnya kepada fakir miskin.
4.     Orang hamil dan menyusui. Keduanya boleh berbuka dan wajib qadha dan wajib membayar fidyah.

H. Sunat puasa
  1. Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
  2. berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
  3. berdo’a sewaktu berbuka puasa.
  4. makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
  5. Mentakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
  6. Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
  7. Hendaklah diperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
  8. Memperbanyak membaca Al-qur’an dan mempelajarinya.

I. Puasa sunat
  1. Puasa enam hari bulan Syawal.
  2. Puasa hari Arafah (tanggal 9 bulan haji) kecuali  orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, maka tidak disunatkan puasa.
  3. Puasa hari ’asyura (tanggal 10 muharram).
  4. Puasa bulan Sya’ban.
  5. Puasa hari Senin dan Kamis.
  6. Puasa tengah bulan (tanggal 13-15) dan tiap-tiap bulan Qamariyah (tahun Hijriyah).



J. Puasa terus menerus
Berpuasa terus menerus sepanjang masa serta masuk dua hari raya dan hari tasyrik hukumnya haram, dan kalau tidak masuk hari raya dan hari tasyrik hukumnya makruh.

K. Puasa Kifarat
            Adapun tentang hukum puasa kifarat, maka perlu diketahui lebih dahulu bahwa puasa itu ada yang sebagai kifarat sumpah :





“maka kifarat sumpah itu memberi makanan kepada sepuluh orang miskin, yaitu makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak, dan barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kifaratnya tiga hari, itulah kifarat sumpahmu kalau kamu melanggarnya. (QS. Al-Maidah : 89).
Ayat tersebut menunjukkan dua hukum:
1.bahwa puasa kifarat tidak dapat dilakukan kecuali setelah yang  bersangkutan tidak mampu berkifarat dengan memberikan makanan atau sandang.
2. puasa tersebut selama tiga hari, bila dilakukan secara berturut-turut atau terpisah-pisah. Memang oleh sementara ulama yang berpendapat bahwa puasa kifarat harus dilakukan berturut-turut dengan berdasarkan kepada dalil yang kurang shahih. Dan dapat dipahami bahwa sumpah yang harus dikifarati bila dilanggar ialah sumpah yang dengan nama Allah, sedang yang tidak dengan nama Allah tidak wajib membayar kifarat, seperti dengan nama Nabi, wali atau ka’bah yang menurut syara’ tidak termasuk sumpah yang mempunyai akibat hukum.
L. Hikmah puasa
  1. Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadat mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya dan tidak ternilai harganya.
  2. Didikan kepercayaan: seseorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal kepunyaannya sendiri, karena ingat petaruh Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
  3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir miskin karena seseorang yang telah merasakan sakit dan pedihnya perut keroncongan, akan dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan. Maka dengan demikian akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong fakir miskin.
  4. Guna menjaga kesehatan.


BAB V
HAJI


A. Definisi Haji
a. secara etimologi
      Kata Hajji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan atau menyengaja dan dapat dibaca dengan dua lafazh Al-hajj dan Al-Hijj.

b. secara terminologi
            Haji menurut istilah syar'i adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik yang telah ditetapkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ada yang berkata: "Haji adalah bepergian dengan tujuan ke tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan suatu amalan yang tertentu pula  
sehingga dapat disimpulkan menurut istilah syara’ haji ialah sengaja mengunjungi ka’bah (Rumah suci) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu.

B. Syarat-syarat haji
   1). Islam.(Tidak wajib,tidak sah haji orang kafir)
   2). Berakal.(Tidak wajib atas orang gila dan orang bodoh)
   3). Baligh.(Sampai umur 15 tahun, atau baligh tanda- tanda lainnya)
   4). Kuasa.( Tidak wajib haji atas orang yang tidak mampu)
  
C. Rukun haji
   1). Ihram( Berniat mulai mengerjakan haji atau umrah)
   2).Hadir di padang Arafah pada waktu yang ditentukan,yaitu mulai dari  tergelincir matahari( waktu lohor) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan haji,artinya,orang yang megerjakan haji itu wajib berada di padang arafah pada waktu tersebut.
   3).Tawaf( Berkeliling ka’bah)
   4). Sa’i(Berlari-lari kecil di antara bukit safa dan marwah)

D. Beberapa wajib haji
     1).Ihram dari miqat( tempat yang ditentukan dan masa tertentu) ketentuan masa(miqat zamani) ialah dari awal bulan syawal sampai terbit fajar hari raya haji( tanggal 10 bulan haji) jadi, ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9 ½  hari.
     2).Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam, di malam hari raya haji sesudah hadir di arafah.maka apabila ia berjalan dari muzdalifah tengah malam wajib membayar denda ( dam).
     3).Melontar jumratul ‘Aqobah pada hari raya haji.
     4).Melontar tiga jumrah. Jumrah yang pertama, kedua, dan ketiga (jumrah aqabah) pada tiap-tiap hari tanggal 11-12-13 bulan haji. Tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil, waktu melontar ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
     5).Bermalam di Mina
     6).Thawaf wada’, yaitu rhawaf sewaktu akan meniggalkan Makkah.
     7).Menjauhkan diri dari segala larangan atau yang diharamkan.

E. Beberapa sunat Haji
     1). Ifrad
        Cara mengerjakan haji dan umrah ada tiga macam:
a.        ifrad, yaitu mengerjakan satu-satu dan mendahulukan haji dari pada umrah.
b.        Tamattu’, yaitu mendahulukan umrah dari pada haji dalam waktu haji.
c.        Qiran, yaitu dikerjakan bersama-sama antara haji dan umrah.
     2). membaca Talbiyah
     3). Berdo’a sesudah membaca Talbiyah
     4). Zikir sewaktu thawaf
     5). Shalat dua Raka’at sesudah thawaf
     6). Masuk ke ka’bah

F. Beberapa larangan Haji
   1). Memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki
   2). Menutup kepala bagi laki-laki
   3). Menutup muka dan dua telapak tangan bagi wanita
   4). Memakai harum-haruman
   5). Menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain
   6). Memotong kuku
   7). Mengadakan pernikahan
   8). Bersetubuh dan pendahuluannya
   9). Berburu dan membunuh binatang daratan yang liar dan halal   dimakan

G. Miqat-miqat Hajji
      Miqat adalah apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh syari'at untuk suatu ibadah baik tempat atau waktu.
            Dan haji memiliki dua Miqat yaitu Miqat zamani dan makani. Adapun Miqat zamani dimulai dari malam pertama bulan syawal menurut kosensus para ulama, akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang kapan berakhirnya bulan haji. Perbedaan ini terbagi menjadi tiga pendapat yang masyhur yaitu:

a. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 10 hari dari Dzul Hijjah dan ini merupakan pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, dan Ibnu Zubair dan ini yang dipilih oleh madzhab Hambali
b. Syawal, Dzul Qa'dah, dan 9 hari dari Dzul Hijjah dan ini yang dipilih    madzhab Syafi'i.
c. Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah ini yang dipilih madzhab malikiyah

Adapun Miqat makani, maka berbeda-beda tempatnya disesuaikan dengan negeri dan kota yang akan menjadi tempat awal para haji untuk melakukan ibadah hajinya.
 Hal ini telah dijelaskan oleh Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu.


وَقَّتَ رَسُوْلُ اللهِ لأَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ وَلأِهْلِ النَّجْدِ القَرْنَ وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ قَالََ هُنَّ لَهُنَّ لِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ مِمَّنْ كَانَ يُرِيْدُ اْلحَجَّ وَ الْعُمْرَةَ فَمَنْ كَانَ دُوْنَهُنَّ مَهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَلِكَ أَهْلُ مَكَةََََ يُهِلُّوْنَ مِنْهَا


"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menentukan Miqat bagi ahli Madinah Dzul Hulaifah [7] dan bagi ahli Syam Al-Juhfah dan bagi ahli Najd Qarn dan bagi ahli Yamam Yalamlam lalu bersabda: "mereka (Miqat-Miqat) tersebut adalah untuk mereka dan untuk orang-orang yang mendatangi mereka selain penduduknya bagi orang yang ingin haji dan umrah. Dan orang yang bertempat tinggal sebelum Miqat-Miqat tersebut, maka tempat mereka dari ahlinya, dan demikian pula dari penduduk Makkah berhaji (ihlal) dari tempatnya Makkah." [HR Bukhari, Muslim,AbuDawud,Nasa'i


Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas menerangkan bahwa:

a. Miqat ahli Madinah adalah Dzul Hulaifah.
b. Miqat ahli Syam adalah al-Juhfah
c. Miqat ahli Najd adalah Qarnul Manazil atau Qarnul Tsa'alib,
d. Miqat ahli iraq yaitu dzatu ’irq

1. Pendapat pertama menyatakan bahwa nabi Muhammad saw yang menetapkannya
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu yang menetapkannya.
Sebagaimana dalam shahih Bukhari ketika penduduk Bashrah dan Kufah mengadu kepada Umar tentang jauhnya mereka dari Qarnul Manazil,

Sehingga umar r.a berkata

"Lihatlah tempat yang sejajar dengannya (Qarnul Manazil) dari jalan kalian." Lalu Umar menetapkan Dzatul 'Irq" [HR Bukhary]
Dan ini adalah pendapat Imam Syafi'i.

Yang rajih bahwa Miqat tersebut telah ditetapkan oleh Nabi saw dan penetapan Umar tersebut bersesuian dengan apa yang telah ditetapkan Nabi saw,
Dan ini adalah pendapatnya Ibnu Qudamah.

H.Jenis-jenis manasik haji
  
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu
     1). Ifrad
            Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya  berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
a. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap diMakkah sampai haji.
b. Berumroh sebelum bulan-bulan haji,kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
     2).Tamatu'
            Tamatu' adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena i tu setelah thawaf dan sya'i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram haji.
     3).Qiran
            Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:
a. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan,
b. Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf.
c. Berihram untuk haji kemudian memasukkan umrah atasnya.


Tentang kebolehan hal ini para ulama ada dua pendapat:

1. Boleh
    Hal ini disandakan pada hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra
2.Tidak boleh
   Ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali.
   Berkata Syaikhul Islam : Dan seandainya dia berihram dengan haji       kemudian memasukkan umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menurut pendapat yang rojih dan sebaliknya dengan kesepakatan para ulama.

Kemudian berselisih para ulama dari ketiga macam/jenis manasik ini dan dapat kita simpulkan menjadi tiga pendapat:

1. Tamattu' lebih utama dan ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ibnu
Abbas, Ibnu Zubair, 'Aisyah, Alhasan, 'Atha', Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qarim, Saalim, Ikrimah, Ahmad bin Hanbal, dan madzhab ahli zhahir serta merupakan pendapat yang masyhur dari madzhab hanbali dan satu dari dua pendapat Imam Syafi'i.

2. Qiran lebih utama dan ini merupakan pendapat madzhab Hanafi dan Tsaury

3. Ifrad lebih utama dan ini merupakan pendapat Imam Malik dan yang terkenal dari Madzhab Syafi'i serta pendapat Umar, Utsman, Ibnu Umar, Jabir dan 'Aisyah;.
 

BAB VI
JINAYAT


A. Definisi Jinayat
            Kata “jinayat”, menurut bahasa Arab, adalah bentuk jamak dari kata “jinayah”, yang berasal dari “jana dzanba, yajnihi jinayatan” (جَنَى الذَنْبَيَجْنِيْهِ جِنَايَةً), yang berarti melakukan dosa.
            Sekalipun merupakan isim mashdar (kata dasar), tetapi kata “jinayat” dipakai dalam bentuk jamak, karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa, karena ia kadang mengenai jiwa dan anggota badan, secara disengaja ataupun tidak. Kata ini juga berarti menganiaya badan, harta, atau kehormatan.
            Adapun menurut istilah syariat, jinayat (tindak pidana) artinya menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qisas, atau membayar diyat atau kafarah.

            Yang dimaksud dengan jinayat meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai, memotong anggota, menghilangkan manfaat badan seperti menghilangkan salah satu pancaindra.

            Membunuh orang adalah sebesar-besar dosa selain dari ingkar. Maka oleh karena kejinya perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, allah yang maha adil dan maha mengetahui memberikan balasan yang layak dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukum berat di dunia, atau dimasukkan ke dalam neraka nanti di akhirat.
            Firman Allah swt:



      ” Barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam, kekal didalamnya, Allah murka kepadanya, serta dikutuki-Nya, dan disediakannya siksa yang berat. (An-Nisa: 93).
      Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak, yaitu:
1).Hak Allah
2).Hak ahli waris
3).Hak yang dibunuh
Apabila ia tobat dan menyerahkan diri kepada ahli waris (keluarga yang dibunuh), dia terlepas dari hak Allah dan hak waris, baik mereka melakukan kisas atau mereka ampuni, ampun dengan membayar diyat (denda)atau tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh, nanti akan diganti oleh Allah di akhirat dengan kebaikan.

B. cara pembunuhan
1. Disengaja betul-betul,
                        Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya dapat membunuh orang.
               Hukum ini wajib di kisas, berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli yang terbunuh dengan membayar diyat atau dimaafkan sama sekali.
2. ketaksengajaan semata-mata,
                        Yaitu, tidak disengajanya seperti dia melontar suatu barang dengan tidak disangka kena seseorang sampai dia mati, atau dia terjatuh menimpa seseorang yang lain sehingga orang yang ditimpanya itu mati.
Hukum pembunuhan yang tak sengaja ini tidak wajib di kisas, hanya wajib membayar denda yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya.
3. seperti sengaja,
                        Yaitu disengajanya untuk memukul orang ini tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak untuk membunuh orang) seperti dengan cemeti, kemudian orang itu matidengan cemeti itu. Ini tidak juga wajib kisas, hanya diwajibkan membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, dan diangsur dalam tiga tahun.

C. Klasifikasi Jinayat (Tindak Pidana)
Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi). Yaitu, jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa (pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
                        Pertama, pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd), Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukalaf secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan alat yang biasanya dapat membunuh.
                        Kedua, pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi).  Ini tidak termasuk sengaja dan tidak juga karena keliru (al-khatha’), tapi pertengahan di antara keduanya.
                        Seandainya kita melihat kepada niat kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia termasuk dalam pembunuhan dengan sengaja. Namun, bila kita melihat jenis perbuatannya tersebut yaitu tidak membunuh, maka kita memasukkannya ke dalam pembunuhan karena keliru (al-khatha’). Oleh karenanya, para ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan di antara keduanya, dan menamakannya syibhu al-‘amdi.
                        Adapun yang dimaksud syibhu al-’amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukalaf bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya tidak membunuh.
                        Ketiga, pembunuhan karena keliru (al-khatha’), yaitu seorang mukalaf melakukan perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya, namun ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Ketiga jenis ini didasarkan kepada penjelasan al-Quran dan as-sunnah. Dalam al-Quran dijelaskan dua jenis pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak sengaja (keliru)
Sedangkan satunya lagi, yaitu pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi),  dalil tentangnya diambil dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
2. Jinayat kepada badan selain jiwa (jinayat duna an-nafsi/al-athraf) adalah penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan nyawa. Jinayat seperti ini terbagi juga menjadi tiga:
1. Luka-luka.
2. Lenyapnya kegunaan anggota tubuh
3. Hilangnya anggota tubuh

D. Syarat-syarat wajib kisas
1). Keadaan yang membunuh sudah bakigh dan berakal.
2). Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh.
3). Keadaan yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang membunuh.
4). Keadaan yang terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan islam atau dengan perjanjian.

E. Diyat (denda)
            Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukm bunuh.
Diyat terdiri dari dua macam, yaitu diyat berat dan diyat ringan.
1. diyat berat, yaitu: 100 ekor unta, dengan ketentuan
    • 30 ekor unta betina umur 3 tahun masuk 4 tahun
    • 30 ekor unta betina umur 4 tahun masuk 5 tahun
    • 40 ekor unta betina yang sudah bunting.

Diwajibkan denda berat karena:
a.sebagai ganti hukum bunuh (kisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang benar-benar disengaja. Ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh sendiri.
b. sebab pembunuhan ”seperti sengaja” wajib dibayar oleh keluarganya, diangsur dalam tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.

2. Denda Enteng, yaitu 100 ekor unta, dengan ketentuan:
    • 20 ekor unta betina umur 1 tahun masuk 2 tahun
    • 20 ekor unta betina umur 2 tahun masuk 3 tahun
    • 20 ekor unta jantan umur 2 tahun masuk 3 tahun
    • 20 ekor unta betina umur 3 tahun masuk 4 tahun
    • 20 ekor unta betina umur 4 tahun masuk 5 tahun

Beratnya denda dipandang dari tiga aspek, yaitu:
1. jumlah denda dibagi tiga dan tingkat umurnya lebih besar.
2. Denda diwajibkan atas yang membunuh sendiri
3. Denda wajib tunai

Entengnya denda dipandang dari tiga aspek, yaitu:
1. Jumlah denda dibagi lima
2. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
3. Diberi janji dalam tiga tahun.



DAFTAR PUSTAKA

Amir, Abyan. 2004. Fiqih. Semarang: Toha Putra.
Rahman, Mat Saad Abdur. 1989. Undang-undang Jinayah Islam. Selangor: Al-Rahmaniah.
Rasyid, Sulaiman. 1992. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru.
Syalthut, Mahmud. 1972. Fatwa-fatwa. Jakarta: Bulan Bintang.
Syalthut, Mahmud. 2007. Fiqih Tujuh Madzhab. Bandung: Pustaka Setia.




1 komentar:

  1. bagaiana pendapat saudara akan air keringat yg kluar dari tubuh manusia najis atau tidak

    BalasHapus